KolomOpiniSyahrul

Aktivis Double Power

0

 

       Aktivis adalah istilah yang disematkan kepada mereka yang getol dalam berorganisasi. Dalam dunia perkuliahan, organisasi menjadi bagian penting dalam upaya peningkatan sumber daya mahasiswa. Mereka yang tergabung di dalamnya lebih tinggi dari pada mahasiswa biasa.
      Tidak sedikit mahasiswa yang tergiur untuk menjadi seorang aktivis. Motifnya pun bermacam-macam. Ada yang murni karena ingin berkhidmah dengan kampus, ada pula yang karena menginginkan popularitas ataupun fasilitas, bahkan ada juga yang masuk organisasi di sebabkan malas untuk mengikuti jam perkuliahan dan lebih senang untuk kerja serabutan . Fenomena aktivisme pun mewabah seantero kampus. Kuantitas aktivis meningkat tidak wajar melebihi kapasitas. Namun sayangnya, trend positif ini tidak terkonter oleh naiknya kualitas akademik mahasiswa, ketimpangan antara keilmuan dan pergerakan pun cepat atau lambat pasti akan terjadi. 
Dari sinilah seolah timbul dualisme kekuatan besar antara aktivis pergerakan dan akademisi keilmuan. Mereka yang tergabung dalam skuad organisasi dan menamai diri mereka sebagai aktivis memiliki kecenderungan menghabiskan seluruh aktivitasnya didalam organisasi dan mulai meninggalkan bangku perkuliahan . Begitu juga dengan para akademisi yang cenderung memfokuskan diri pada tugas dan nilai keilmuan  yang didapat dari perkuliahan. Hal inilah yang kemudian di namakan sebagai dikotomi kemahasiswaan.
Sejarah mencatat, bahwa dikotomi dalam tubuh mahasiswa tidak hanya terjadi baru-baru ini . Awal mula adanya dikotomi ini adalah ketika mentri pendidikan Indonesia di era orde baru bernama Daoed Joesoef mengeluarkan sebuah surat keputusan nomor 0156/u/1926 yang berisikan progam normalisasi kehidupan kampus. Progam ini mengatur segala sesuatu tentang aktifitas mahasiswa termasuk pada waktu itu mahasiswa sama sekali tidak boleh bersuara tentang politik . Kampus harus “steril” dari kegiatan politik dan segala hal yang berkaitan dengannya dilarang. Mahasiswa yang bersikeras melanggar akan dipecat dari birokrasi kampus. Progam ini dikeluarkan oleh pemerintah karena trauma dengan kejadian penggulingan kekuasaan presiden Soeharto oleh para aktivis pergerakan mahasiswa.  Demonstrasi besar-besaran kala itu tidak hanya berpengaruh pada dunia perpolitikan Indonesia bahkan merambah kepada sosial-ekonomi. semenjak saat itu istilah mahasiswa aktivis dan akademisi mulai banyak digunakan.
Seharusnya, dikotomi semacam ini tidak perlu terjadi. Seorang mahasiswa yang menjadi aktivis adalah konsekuensi dari pengambilan sebuah keputusan, dan mendalami ilmu akademik kampus adalah sebuah kewajiban. Tidak seharusnya ada dualisme kehidupan di tubuh mahasiswa. Pelajarilah bagaimana seorang profesional bekerja dan mendapatkan kesuksesannya. Beberapa tokoh berikut ini adalah mantan mahasiswa yang sukses menjadi seorang aktivis sekaligus akademisi antara lain, Ahmad Wahib, Soe Hak Gie, Arif Budiman, Amien Rais, Yahya Muhamad, Anies Baswedan, dan masih banyak lagi yang lainnya.Syahrul/red

 

admin dalwaberita.com
Media Informasi dan Berita Terpercaya Seputar Ponpes Dalwa

Qism Dakwah; Lebarkan Sayap Dakwah dengan Safari Maulid

Previous article

ISKAB Tutup Aktivitasnya dengan Sidang Kongres AD & ART

Next article

Comments

Leave a reply