beritaEvent Pondok

Isbir Maulana Penulis Novel ” Mozaik Cinta “

0
Isbir Maulana kelahiran Tegal 10 Desember 1993  memiliki nama khusus di mata santri Dalwa ,bagaiman tidak ?pengarang novel Mozaik Cinta terlahir dari Dalwa yang tinggal di kamar 36 ini ia memaparkan beberapa cerita perjalanan dari awal sampai akhir pembuatan novelnya. liku-liku susah senang dia dapatkan mulai dari ide pembuatan novelnya, katanya sepenuhnya dia menulis hanya iseng dan untuk mengembangkan bakat semata ditambah dengan seringnya baca novel dari karangan Habibur Rahman El-Shirezy dan Tere Liye, kedua tokoh tersebutlah sebagai kiblat pembuatan novel Mozaik Cinta.
Jadi, jika ada kesamaan alur cerita atau kesamaan kata maka jangan heran. Jika ada kebekuan cerita ia selalu merujuk kepada kedua tokoh tersebut, adapun tanggapan dari keluarga tak luput dari motivasinya pula, mulai dari ibu dan keluarganya sangat merespon baik, ketika ia menyodorkan naskah novel tersebut, ibunya sangat senang, tidak sangka kalau bisa berkarya seperti ini, begitu pula tanggapan dari para guru terutama Ust Segaf Baharun, beliau sangat kaget dan merespon positif karena anak didiknya bisa berkarya, iapun meminta Ust Segaf Baharun meminta beliau untuk menjadi kata pengantar.
Mulai dari awal penyerahan naskah ke Ust Segaf Baharun sampai kata pengantar itu butuh waktu dua bulan lebih dan terus ia tanyakan kapan bisa bisa menulis kata pengantar secepatnya, Ust Segaf pun meminta ringkasan dari cerita Mozaik Cinta dari halaman pertama sampai halaman 400 lebih,  setelah itu Ust Segaf Baharun pun mengirim kata pengantar lewat emailnya dan sampai sekarang naskahnya masih ada.
Selain itu Ust Segaf Baharun memberikan motivasi untuk terus berkarya jangan berhenti disatu buku saja. Isbir pun meminta beliau untuk memberikan pengantar pada bukunya  yang kedua dan ketiga, nantinya. Tanggapan dari temanpun ada positif dan negative pula, namun disini Ia memapaparkan  respon positif saja, mulai dari teman yang nangis ketika membacanya dari awal namun diakhir dia membanting novel tersebut  karena kecewa endingnya, namun Isbir hanya bisa menanggapi  “emang novel itu belum selesai kok, jadi gak apa-apa kalau ada yang kecewa atau apalah, kan masih ada jilid kedua dan ketiga lagi, yang  isyaallah awal maulid atau setelah maulid terbit lagi” kata pria yang hobi berbelen ini. Isbir juga memaparkan beberapa kendala yang dihadapi selama penerbitan disisni ia menyebutkan hanya beberapa saja mulai dari penulisan yang cukup panjang berbentuk naskah tulisan tangan.
Awalnya dikerjakan di rumah saat liburan dibantu oleh fasilitas leptop yang ada, dan ia menyelesaikan beberapa halaman sampai masa liburan habis. Kendala berikutnya, bagaimana menyelesaikan pengetikan dipondok karena melihat sulitnya fasilitas computer, namun ia tidak berhenti disitu, ia mulai melobby Baihaqi selaku ketua BEM saat itu untuk bisa memakai computer pada malam harinya, kadang ia dapat dan kadang kedahuluan oleh pemakai yang lain karena melihat kebutuhan mahasiswa saat itu sangat bergantung pada computer dan jumlah computer hanya dua unit. Ia rasa ini akan butuh waktu yang relative lama jika pengetikan di BEM, akhirnya ia minta jadi pelanggan tetap dilebcom sebelum ada fasilitas internet, setiap ada waktu kosong ia gunakan untuk mengetik, seperti pagi, siang, sore dan malam kadang capek dan sakitpun menghampiri. Dan paling sulit ketika ada fasilitas internet ia harus duluan untuk mendapatkan tempat sebelum para penyewa internet lainnya, namun Isbir sering tidak mendapatkan tempat hingga menyulitkan pengetikan, akhirnya ia memutuskan untuk menjadi anggota lebcom agar lebih leluasa pemakaiannya.
Setelah rampungnya pengetikan, ia berkeinginan mencetaknya namun biaya yang dibutuhkan sangat tergolong mahal, hingga Rp 10 jutaan, itupun secara jual bebas, maksudnya terserah percetakan, mau dicetak berapapun atau malah tidak dicetak dan biayapun dari mereka, namun konsekuensinya jika novel laku deras maka 80 persen kepercetakan dan 20 persen kepenulis dan itu tidak sesuai dengan jerih payah kalau kita hiting-hitungan untung. Isbir pun memberi tahu permasalahannya kepada Ust Hanifansyah, akhirnya beliau memberi solusi untuk dicetak di Mojokerto tempat percetakan buku TERAPI JIWA Ust Segaf Baharun dengan harga yang murah karena disana ada teman dekatnya Ust Hanifansyah, dan Alhamdulillah Isbirpun mendapat biaya yang cukup murah, hanya 3 juta itupun bisa diutang, setelah mendapatkan tawaran yang murah iapun meminjam uang sana sini namun hasilnya nihil kemudian ia mencoba memberi tahu ibunya soal biaya dan ia mendapatkan uang dari ibunya Rp 5 juta.

 

admin dalwaberita.com
Media Informasi dan Berita Terpercaya Seputar Ponpes Dalwa

Grup Dhufuf Syauqul Ahbab Berdakwah dengan Blog

Previous article

Kuliah Magister Yang Diikuti Tokoh-Tokoh Masyarakat

Next article

Comments

Leave a reply