Bangil, Dalwa Berita- Ikatan Santri Bani ‘Alawi (‘Alawiyyin) menggelar Haul seorang tokoh yang bergelar Sulthonul Ilmi yakni Al-Habib Salim bin Abdullah bin Umar Asy-Syathiri.
Haul tersebut digelar di area makam pendiri pesantren Dalwa Abuya Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun Kamis malam (19/12/2024).
Acara tersebut diperingati sebagai kesempatan untuk mendoakan almarhum sekaligus agar para santri dapat meneladani kisah baik yang ada pada sosok beliau.
Siapa itu Habib Salim Asy-Syathiri?
Habib Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar asy-Syathiri adalah ulama yang lahir di Kota Tarim, Hadhramaut pada tahun 1359 H. Ayahanda beliau, Habib ‘Abdullah adalah pendiri Rubath Tarim yang telah melahirkan ribuan ulama dan santri dari segenap pelosok dunia Islam. Beliau terkenal sebagai seorang ulama yang shalih.
Bunda Habib Salim, Syarifah Ruqayyah binti Muhammad bin Hasan Mawla Aidid, adalah seorang wanita yang sholihah yang gemar beruzlah (menyendiri) untuk beribadah kepada Allah.
Habib Salim dilahirkan di kota Tarim Hadramaut, Yaman pada tahun 1357 H, tumbuh besar dalam lingkungan yang salih dan baik, melazimi para maha guru dan memakai baju kesufian dari mereka hingga lulus dari jalan pendidikan sufi.
Habib Salim Asy-Syatiri menimba ilmu kepada para ulama salih di zamannya, yang notabenenya adalah murid dari ayahandanya sendiri, Syaikhul Islam Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiri. Beliau telah berguru kepada 100 ulama lebih di berbagai disiplin ilmu, di antara gurunya yang termasyhur ialah, Sayyid Alwi bin Abdullah bin Syihabuddin, Sayyid Muhammad bin Salim bin Hafidz (As-Syahid), Sayyid Abdul Qodir bin Ahmad As-Segaf dll.
Murabbi (pendidik) beliau ialah Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki (Ayahanda Sayyid Muhammad Al-Maliki). Habib Salim melazimi gurunya menempuh jalan mujahadah dalam ibadah, bagi Habib Salim, Sayyid Alawi merupakan figur rohaniwan mulia yang telah memberikan curahan ilmu zahir maupun batin. Selain melazimi ulama-ulama Hadramaut dan Haramain, Habib Salim juga sempat menimba ilmu falak kepada Syaikh Abdul Hamid dan Syaikh Muhammad bin Yasin Al-Fadani, yang keduanya itu berasal dari Indonesia.
Kawan seperjuangan Habib Salim yang berpartisipasi dalam berdakwah, baik itu di Tarim, Aden maupun di Mekkah Al-Mukarramah ialah Habib Zein bin Ibrahim bin Smith, Habib Ali Mashyur bin Salim bin Hafidzh (ketua majlis fatwa di Tarim), serta Sayyid Abdul Qadir Al-Jailaniy bin Salim Al-Khard.
Dalam keilmuannya beliau mendapat tingkatan yang tinggi, sehingga kebesaran beliau diakui oleh para ulama dan penguasa, beliau dicintai dan diterima oleh segala kalangan, dan beliau berhasil mengkader beberapa ulama besar dan memakaikan baju sufi untuk kalangan khusus dan umum. Ulama-ulama yang pernah menimba ilmu kepadanya ialah Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Sayyid Husein bin Muhammad Al-Haddar, Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidzh dll.
Cobaannya Dalam Berdakwah
Setelah menamatkan pembelajarannya di negeri Haramain selama 4 tahun, beliau kembali ke negeri kelahirannya, Hadramaut, Yaman pada tahun 1381 H untuk memberikan wejangan dan nasihat kepada kalangan masyarakat sekaligus menebarkan ilmu syariat.
Kedudukan beliau semakin meninggi di hadapan para ulama besar kala itu, hingga membuat komunis selaku penguasa pemerintah berupaya menghentikan dakwah Habib Salim dengan berbagai upaya dan usaha, namun sayang mereka tak menemukan cara formal untuk memberhentikan dakwah Habib Salim. Alhasil, kebiadaban komunis pun semakin berkecamuk, mereka melancarkan gerakan intimidasi dan kriminalitas terhadap para murid beliau, mengancam mereka untuk membelakangi dakwah sang guru, serta mengiming-iminginya dengan keselamatan nyawa mereka.
Beliau berjuang menghadapi “Al hizb Alisytiraki” partai komunis Yaman yang berkuasa dikala itu dan karena masih saja menyuarakan kebenaran, berkali-kali beliau mengalami percobaan pembunuhan, bahkan beliau pernah sengaja ditabrak mobil hingga tulang-tulang kakinya patah. Beliau juga pernah dipenjara selama 9 bulan lebih, di waktu itu beliau berpindah-pindah dari penjara Seiwun, Mukalla dan terakhir di Aden. Semua itu beliau tulis dalam bukunya “kisah rencana pembunuhan dan penangkapanku”.
Kembali Hijrah ke Negeri Haramain
Pada tahun 1404 H beliau hijrah ke negeri Haramain untuk menunaikan ibadah haji serta menetap di Madinah Al-Munawwarah. Selagi di sana, beliau mendapat mandat dari Sayyid Umar bin Abdurrahman Al-Jufri selaku panutan para ulama sufi untuk dapat membangun sebuah rubath layaknya tempat kegiatan belajar mengajar, menghafal qur’an sekaligus sakan bagi para penimba ilmu. Habib Salim menerimanya dengan lapang hati, ikhlas semata-mata berharap keridhoan Allah dan Rasul-Nya, di sana beliau dibantu oleh Habib Zein bin Ibrahim bin Smith dalam mengasuh dan mengelola kegiatan rubath. Pengabdian Habib Salim terus berlanjut hingga 10 tahun lamanya.
Kepulangan Habib Salim ke Negeri Tercinta
Setelah negara Yaman kembali bersahabat, Habib Salim memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya, Hadramaut pada tahun 1990 M. Beliau mengunjungi kota Tarim guna menyebarkan dakwah Islam di sana dan menghidupkan lagi kegiatan Ribath Tarim yang telah lama ditutup sejak tahun 1400 H oleh kelompok komunis yang sempat menguasai Hadramaut.
Ribath Tarim kembali dibuka kembali pada tahun 1411 H (1990), demikian itu atas kesungguhan Habib Salim yang bersikukuh untuk menebarkan cahaya Islam. Aktivitas di ribat kembali seperti semula, murid yang ikut menimba ilmu pun berdatangan dari berbagai penjuru negeri. Materi yang dipelajari di rubath cukup efisien ditambah metode penatarannya yang masih menegakkan sistem ulama salaf, yaitu talaqqi. Saat ini, Ribath Tarim telah melahirkan sekitar 12.000 ulama yang tersebar di dunia.
Selain mengelola Ribath Tarim, Habib Salim pun ikut mengajar di salah satu universitas ternama di Hadramaut, yaitu Universitas Al-Ahgaff yang kebetulan terletak di kota Tarim. Kelimuan Habib Salim tak diragukan, beliau sangat menguasai disiplin ilmu fiqh Syafi’i, juga fiqh dari madzhab-madzhab lain. Penuturannya ketika mengajar sangat jelas, lugas, dan penuh hikmah.
Pengabdian Habib Salim terhadap ilmu bisa terlihat dari aktivitas dakwahnya yang beranjak dari satu negara ke negara lain guna mencerdaskan masyarakat dalam bersyariat, di antara negara yang telah disinggahinya ialah Haramain, Jazirah Arab, Indonesia, Malasyia, Singapura, Brunei Darussalam, Sri Langka, Afrika dan lain-lain. Dalam berdakwah, Habib Salim lebih memperhatikan ta’lim (mengajar) terhadap murid-muridnya ketimbang menulis kitab, hal ini dilakukan semata-mata karena mengikuti manhaj ayahandanya, Syaikhul Islam Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiri.
Alkisah, Habib Abdullah sempat menyibukkan diri dalam dunia kepenulisan, hal itu menyebabkan dirinya lebih fokus terhadap karyanya daripada menyampaikan ilmu. Tak lama, berita itu sampai kepada gurunya, Habib Ahmad bin Hasan Al-Atthas. Sontak, sang guru melarangnya untuk menulis seraya mengatakan,
“ألِّفْ رِجَالًا علماء يؤلفون الكتب”
“Bentuklah generasi ulama yang akan menyusun kitab-kitab”
Habib Abdullah pun menaati amanat sang guru, dan beberapa tahun kemudian ungkapan gurunya terbukti, murid-murid yang pernah menimba ilmu kepadanya telah mampu menghasilkan ratusan karya (Turats Islamiy) yang mengandung berjuta manfaat untuk umat sampai hari ini.
Saat berkunjung ke Indonesia, beliau sangat memperhatikan para alumni yang pernah mengenyam pendidikan di ribath. Tak hanya kepada alumni, kasih sayang beliau juga ditujukkan kepada siapapun yang ditemuinya terlebih kepada mereka-mereka yang kurang mampu. Hal ini terlihat saat beliau beberapa kali terlihat membagi-bagikan uang kepada orang-orang yang membutuhkan dan juga beliau gemar memberikan permen dan manisan coklat kepada anak-anak kecil yang ditemuinya.
Habib Salim wafat pada tanggal 17 Februari 2018 silam,wafat dalam usia 80 tahun, disemayamkan dipemakaman Ma’ala, Mekkah, Saudi Arabia. Kabar wafat beliau tersebar ke seluruh penjuru dunia, tak heran jika banyak para ulama dan cendikiawan Islam turut berduka cita atas wafatnya sang faqih sekaligus da’i tersebut.
Wasiat Amalan dari Al Habib Salim bin Abdullah Assyatiri saat beliau mengunjungi Indonesia:
Saat melakukan rihlah dakwah ke Nusantara, Habib Salim Assyathiri memberikan wasiat berupa kalimat dzikir dan wirid pilihan yang memiliki khasiat dan manfaat yang besar jika diamalkan.
Diantara faedah dan ijazah umum yang disampaikan/ diwasiatkan oleh al-Allamah al-Habib Salim bin Abdullah Asy-Syathiri ialah:
1) Membaca يا لطيف / Yaa Lathiif setiap hari pagi dan sore sebanyak 129 kali. Faedahnya: barang siapa yang melaziminya maka ia akan diliputi kelembutan oleh Allah disetiap urusannya.
2) Membaca سورة الفاتحة / Surat al-Fatihah sebanyak 41 kali disetiap waktu menjelang shubuh. Faedahnya: barang siapa yang melaziminya maka ia akan mendapat kefahaman dan penjagaan dan futuh tanpa susah payah.
3) Membaca يا سميع يا بصير / Yaa Samii’u Yaa Bashiir setiap hari sebanyak 100 kali. Faedahnya: barang siapa yang melaziminya maka do’anya mustajab.
Bagi pembaca yang ingin mengamalkan ijazah-ijazah di atas, cukup ucapkan _”Qobiltu (saya terima)” cukup mengucapkannya di dalam hati masing-masing.Afdillah/red.
Comments