ArtikelBiografi

“Habib Munzir: Perjalanan Tak Kenal Lelah Seorang Da’i”

0

Habib Munzir bin Fuad bin Abdurrahman Al-Musawa, atau lebih dikenal dengan Habib Munzir Al-Musawa, dilahirkan di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, pada hari Jumat, 23 Februari 1973, bertepatan dengan 19 Muharram 1393 H.

Beliau adalah anak keempat dari lima bersaudara, dari pasangan Al Habib Fuad bin Abdurrahman Al-Musawa dan Rahmah binti Hasyim Al-Musawa. Masa kecilnya dihabiskan di daerah Cipanas, Jawa Barat, bersama-sama saudara-saudaranya: Habib Ramzy Fuad Al-Musawa, Habib Nabiel Al-Musawa,  Syarifah Lulu Fuad Al-Musawa, serta Syarifah Aliyah Fuad Al-Musawa.

Al Habib Munzir Bin Fuad Al Musawa

Ayah beliau, Al Habib Fuad Abdurrahman Al-Musawa, sepuluh tahun belajar dan tinggal di Makkah. Ayah beliau berguru kepada Almarhum Al-Allamah Al-Habib Sayyid Alwi Al-Maliki Al Hasani (ayah dari Almarhum Al-Allamah Assayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al Hasani). Beliau  juga merupakan seorang wartawan luar negeri yang pernah bekerja di harian Berita Yudha dan Berita Buana. Beliau lulus dari New York University di bidang jurnalistik, dan menetap di Cipanas, Cianjur, hingga wafat pada tahun 1996.

Setelah menyelesaikan sekolah menengah atas (SMA), beliau mulai mendalami ilmu syariah Islam di Ma’had Assaqafah, pimpinan Al-Habib Abdurrahman Assegaf di Bukit Duri, Jakarta Selatan.

Al Habib Abdurrahman Asseggaf Sumber Foto : majelisribaathulmuhibbiin.blogspot.com

Namun, hanya berlangsung sekitar dua bulan saja karena beliau merasa tidak betah dan sering sakit-sakitan, disebabkan penyakit asmanya yang selalu kambuh. Kemudian beliau  pulang.

Dituturkan oleh Habib Munzir, bahwa pada siang hari ketika beliau sedang berpuasa Nabi Daud a.s., beliau dilanda sakit asma yang parah. Hal itu semakin membuat kedua orang tuanya kecewa. Ibundanya berkata, “Kalau kata orang, jika banyak anak mesti ada satu yang gagal. Ibu tak mau percaya pada ucapan itu, tetapi apakah ucapan itu kebenaran?”

Di masa baligh, beliau pernah putus sekolah karena lebih senang hadir ke majelis maulid Almarhum Al-Arif Billah Al-Habib Umar bin Hud Al-Attas dan majelis taklim Kamis sore di Empang, Bogor, yang pada masa itu membahas kajian Fathul Bari oleh Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhsin Al-Attas.

Al-Habib Umar bin Hud Al-Attas Sumber Foto httpmajelisalmunawwarah.blogspot.com

Almarhum ayah beliau sangat malu. Meskipun beliau mumpuni dalam agama dan dalam kesuksesan dunia, sang ayah pernah berkata, “Kau ini mau jadi apa? Jika mau agama, maka belajarlah dan tuntutlah ilmu sampai ke luar negeri. Jika ingin mendalami ilmu dunia, maka tuntutlah sampai ke luar negeri. Namun saranku, tuntutlah ilmu agama. Aku sudah mendalami keduanya, dan aku tak menemukan keberuntungan apa-apa dari kebanggaan orang yang sangat menyanjung negeri Barat. Walau aku sudah lulusan New York University, tetap aku tidak bisa sukses di dunia kecuali dengan kelicikan, saling sikut dalam kerakusan jabatan, dan aku menghindari itu.”

Ketika ayahnya memasuki masa pensiun, ibunya membangun losmen kecil-kecilan berkapasitas lima kamar di depan rumah mereka untuk disewakan guna memenuhi kebutuhan keluarga. Di sini, Munzir muda menjadi pelayan losmen tersebut, yang disewakan secara khusus bagi orang-orang yang mereka anggap baik-baik.

Sebagai penjaga losmen pada umumnya, setiap malam Munzir muda jarang tidur. Masa berat yang sedang dilaluinya membuatnya sering duduk termenung di kursi penerimaan tamu dengan meja kecil dan kursi kecil mirip pos satpam. Ia melewati malam demi malam menjaga dan melayani losmen milik keluarga, sambil menanti tamu, bertafakkur, merenung, melamun, berdzikir, menangis, dan shalat malam.

Beliau terus menjadi pelayan losmen keluarganya. Sementara pada masa yang hampir bersamaan, saudara-saudara kandungnya berhasil membanggakan orang tua mereka dalam meraih prestasi wisuda. Hal ini mengundang kekecewaan kedua orang tua beliau.

Mendengar berita itu, ayahnya semakin bertambah malu, ibunya semakin sedih. Tidak lama kemudian, Munzir muda memutuskan untuk mengikuti kursus bahasa Arab di tempat kursus Assalafi, pimpinan Almarhum Al-Habib Bagir Al-Attas, ayah dari Al-Habib Hud Al-Attas—yang sering hadir di Majelis Rasulullah di Masjid Raya Al-Munawar, Pancoran, Jakarta Selatan. Habib Munzir ketika itu pulang pergi Jakarta–Cipanas dengan waktu tempuh 2–3 jam, dua kali seminggu, dengan biaya perjalanan dari penghasilan penyewaan losmen. Ia juga selalu menghadiri maulid Almarhum Al-Arif Billah Al-Habib Umar bin Hud Al-Attas yang saat itu di Cipayung, meski harus menumpang truk atau kehujanan.

Suatu kali, Habib Munzir datang langsung dari Cipanas untuk berziarah dan lupa membawa peci. Dalam hatinya terbersit doa, “Wahai Allah, aku datang sebagai tamu seorang wali-Mu. Tak beradab jika aku masuk ziarah tanpa peci. Tetapi uangku pas-pasan, dan aku lapar. Kalau aku beli peci, maka aku tak makan dan ongkos pulangku kurang…”

Akhirnya ia memutuskan untuk membeli peci termurah saat itu di emperan penjual peci, memilih yang berwarna hijau. Kemudian masuk berziarah sambil membaca Surah Yasin untuk dihadiahkan kepada almarhum, menangisi kehidupan yang penuh ketidaktentuan, mengecewakan orang tua, dan menjauh dari sanak kerabat karena tidak jarang menerima cemoohan tentang kakak-kakaknya yang semua sukses. Dalam tangis itu, ia berkata dalam hati, “Wahai wali Allah, aku tamumu. Aku membeli peci untuk beradab padamu, hamba yang saleh di sisi Allah. Pastilah kau dermawan dan memuliakan tamu. Aku lapar dan tak cukup ongkos pulang…”

Ketika sedang merenung, datanglah rombongan teman-temannya yang belajar di pondok pesantren Al-Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf dengan satu mobil. Teman-temannya senang berjumpa dengannya, kemudian ia ditraktir makan. Seketika teringat olehnya berkah beradab di makam wali Allah.

Dua bulan setelah pertemuan dengan Al-Habib Umar bin Hafidz, datanglah Almarhum Al-Habib Umar Maula Khela ke pesantren dan menanyakan Habib Munzir. Beliau berkata kepada Al-Habib Nagib:
“Mana itu Munzir, anaknya Al-Habib Fuad Al-Musawa? Dia harus berangkat minggu ini. Saya ditugasi untuk memberangkatkannya.”
Saat itu Habib Nagib berkata, “Saya belum siap.”

Namun Almarhum Al-Habib Umar Maula Khela dengan tegas menjawab, “Saya tidak mau tahu, namanya sudah tercantum. Ini permintaan Al-Habib Umar bin Hafidz. Ia harus berangkat dalam dua minggu ini bersama rombongan pertama.”

Kemudian Habib Munzir bergegas mempersiapkan paspor dan lain-lainnya. Ayahnya sempat keberatan dan berkata, “Kau sakit-sakitan. Kalau kau ke Makkah, ayah tenang karena banyak teman di sana. Namun ke Hadhramaut itu ayah tak ada kenalan. Di sana negeri tandus. Bagaimana kalau kau sakit? Siapa yang menjaminmu?”

Menanggapi hal ini, Habib Munzir mengadukannya kepada Almarhum Al-Arif Billah Al-Habib Umar bin Hud Al-Attas yang saat itu sudah sangat sepuh. Kemudian beliau berkata, “Katakan pada ayahmu, saya yang menjaminmu. Berangkatlah.”

Setelah mendengar nasihat Al-Habib Umar bin Hud Al-Attas, Habib Munzir menemui ayahnya. Namun ayahnya hanya diam. Hatinya berat melepas keberangkatan Habib Munzir.

Habib Munzir kembali ke Indonesia pada tahun 1998 dan mulai berdakwah sendiri di Cipanas. Namun karena kurang berkembang, ia memindahkan dakwahnya ke Jakarta, pada Majelis Malam Selasa (Jalsah Itsnain), dengan mengunjungi rumah-rumah murid sekaligus teman. Murid-muridnya lebih tua dari beliau dan berasal dari kalangan awam.

Kemeriahan Majelis Rasulullah , Foto Sumber : KontenIslami.com

Ketika kemudian dimulai Maulid Dhiya’ullami, jamaah semakin banyak. Selanjutnya majelis mulai berpindah-pindah dari mushalla ke mushalla. Karena terus bertambah banyak, maka mulailah majelis berpindah dari masjid ke masjid. Habib Munzir kemudian membuka majelis di malam lainnya dan menetapkannya di Masjid Al-Munawar. Majelis semakin berkembang hingga mulai membutuhkan kop surat, undangan, dan sebagainya. Sejak itu muncul ide pemberian nama. Para jamaah mengusulkan nama “Majelis Habib Munzir,” namun ia menolak dan menetapkan nama Majelis Rasulullah.(Daffa/Red)

 

admin dalwaberita.com
Media Informasi dan Berita Terpercaya Seputar Ponpes Dalwa

Kuis Berhadiah Warnai Pembukaan Majelis Taklim Darussholihin Al-Mubarok

Previous article

MWCNU Kabupaten Sidoarjo Kunjungi Ponpes Dalwa, Disambut Hangat oleh Pimpinan

Next article

Comments

Leave a reply