Penguasa langit tengah berada pada tahta tertingginya, hawa panas menyengat kulit membuat siapa pun enggan untuk keluar rumah, tetapi keadaan memaksaku untuk rela memeras keringat demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah dari siapa pun yang membutuhkan jasaku sebagai ojek online.
Entah mengapa kian hari berlalu, orderan masuk mulai berkurang, padahal pelayanan yang kuberikan sudah terbilang ‘sangat baik’, hingga terkadang dalam satu hari aku hanya mendapat satu-dua panggilan dengan bayaran terbilang kurang. Tetapi aku masih bisa untuk bersyukur, hasil dari ojek ku ini masih bisa masuk ke dalam kocek, banyak teman seperjuangan ku harus rela menerjang siang malam hanya untuk melunasi hutang di awal bulan.
Pun pada saat ini aku tengah duduk di emperan jalan, berbincang dengan teman sembari menunggu panggilan datang yang tak pasti didapatkan.
“Tet…tet…tet…” satu panggilan masuk terdengar, membuat wajah semrawutku berubah semringah.
Setelah ku berpamitan, aku langsung tancap gas menuju posisi pelangganku berada.
Setelah melewati berbagai kendaraan, aku telah tiba di titik penjemputan, menghampiri sesosok ibu tua tengah menoleh kesana-kemari.
“Maaf, ibu dengan nama Bu Sulastri?,” tanyaku ramah.
“Iya mas, Mas Ibra bukan ya?,” tanya ibu itu dengan aksen jawanya yang khas.
“Benar bu, silahkan dipakai dulu helm nya.”
Aku menyodorkan helm hijau khas ojol kepada bu Sulastri, setelah semua selesai aku langsung tancap gas menghantar ibu itu sampai ke tujuan nya.
Suara adzan mengalun indah di langit ibu kota, memanggil umat muslim untuk menghadap Rabb-nya.
“Mas, bisa cari mushola atau masjid terdekat gak ya? Saya ingin shalat terlebih dahulu,” pinta Bu Sulastri.
“E.. ini gak ke tujuan dulu bu, ini sudah gak jauh loh,” jawabku memastikan.
“Gak mas, gak papa biar dapet shalat jamaah juga,” pungkas Bu Sulastri.
Aku mengangguk dan mulai mencari cari masjid terdekat dari lokasi ku, setelah sampai aku langsung memarkirkan motor di tempat yang disediakan. Bu Sulastri bergegas masuk ke dalam menuju tempat khusus wanita, sedangkan aku menuju tempat untuk pria.
Setelah shalat selesai, aku langsung menuju keluar masjid, sembari menunggu datangnya Bu Sulastri. Aku menyalakan dan menghirup tembakau demi menyegarkan pikiran, hingga Bu Sulastri menghampiriku.
“Ayo mas kita lanjut,” ajak Bu Sulastri, aku mengangguk dan mematikan puntung rokok yang tersisa sedikit.
“Iya bu.” Aku memberinya helm dan kembali menyusuri jalan.
“Bu, saya salut sama ibu, biasanya pelanggan pengen cepet sampai, tapi ibu malah ngajak saya buat shalat dulu, jamaah lagi,” ucapku memecah hening.
“Ah.. gak papa mas sekalian aja, ini juga udah kebiasaan saya,” jawab Bu Sulastri
“Oh ya, kenapa sih ibu rajin banget sama shalat, padahal shalat kan bisa dilakuin nanti pas udah sampai?”
“Awalnya dulu saya juga gitu mas, selesaikan dulu tugas baru shalat. Tapi pas saya dengar ceramah ustadz kampung saya, saya serasa ditegur sama Allah, apalagi kan memang saya hidup sebagai orang kampung tuh serba kurang pas denger ceramah itu saya langsung ada niat buat berubah,” terang Bu Sulastri.
“Kalau boleh tau gimana ya bu, ceramahnya?” tanyaku semakin penasaran.
“Kalau gak salah tuh gini mas perkataannya, ’perbaikilah sholatmu maka Allah akan perbaiki hidupmu’.”
’Jlep’ seperti tombak tajam menusuk hati, seakan tutur kata Bu Sulastri adalah teguran Allah untukku, bagi seorang hamba yang sering kali lalai dalam urusan beribadah kepada Allah. Apalagi dalam urusan shalat sepertiku ini, yang sering mengakhirkan shalat bahkan melupakannya demi mengumpulkan pundi rupiah padahal kunci rezeki sejatinya datang dari Allah.
***
Setelah menghantar Bu Sulastri hingga tujuan, aku langsung bertolak menuju masjid terdekat di daerah sana, tanpa berlama-lama aku bergegas untuk berwudhu lalu mendirikan shalat dua rakaat guna menumpahkan segala keluh kesah dalam sujudku. Dalam sekejap badanku terasa ringan seperti semua beban terangkat dari pundakku.
“Ya Allah, maafkanlah hamba-Mu yang telah lalai dalam segala panggilan-Mu.” Entah mengapa saat sujudku terasa nikmat, angin sejuk berhembus memberikan rasa temaram dalam hati.
5 tahun kemudian, kini aku berdiri depan sebuah cafe yang kurintis. Memandangi semua hasil kerja keras bukan hanya masalah uang maupun fisik tetapi juga dibantu dengan tiap untaian doa yang kupanjatkan dalam sujudku. Kini Allah telah mengabulkannya, andai dulu diriku tidak bertemu dengan Bu Sulastri, apa mungkin aku akan kembali ke jalan lurus seperti ini? atau malah makin jatuh ke dalam kubang kelalaian?
“Terima kasih ya Allah, Engkau telah menerima taubatku dan terima kasih telah memberi pencerahan bagi ku.”
(Nur/red)
Comments