Sebagian besar kaum muslimin masih bertanya-tanya dan tidak mengetahui bahwa di balik hari Arafah tersimpan peristiwa yang penting bagi umat Islam. Satu kejadian terurai di dalamnya hikmah dan wasiat abadi hingga akhir zaman.
Khutbah Terakhir Rasululullah di Arafah
Adalah khutbah terakhir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di padang Arafah pada peristiwa Haji Wada tahun ke-10 Hijriah. Seluruh sahabat kala itu berkumpul di padang Arafah bak lautan manusia penasaran dengan apa yang ingin disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Di balik penamaan Haji Wada itu sendiri sudah diketahui bahwa Rasul Saw. tidak akan haji lagi setelah ini. Pertanda baik ataukah buruk?
Mengenai hal ini, Syekh Safiyurrahman Al-Mubarakfury dalam kitabnya Arrahiqul Makhtum memaparkan bahwa Haji Wadanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu menandakan telah sempurna syariat yang beliau bawa. Dan beliau Saw. juga telah menjalankan amanatnya sebagai seorang nabi dan rasul.
Tidak cukup sampai di situ, peristiwa ini juga sebagai pertanda akan dekatnya ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana wasiat beliau takala mengutus sahabatnya, Muadz bin Jabal ke Yaman, yang mana isi dari wasiat beliau adalah:
يا معاذ، إنك عسى أن لا تلقاني بعد عامي هذا، ولعلك أن تمر بمسجدي هذا وقبري
“Wahai Muadz, mungkin engkau tidak akan menemuiku setelah tahunku ini, barangkali mungkin engkau akan melewati masjidku ini dan kuburanku.”
Spontan sahabat Muadz menangis. Bagaimana tidak, ini bukan pesan biasa yang keluar dari lisan mulia Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau menyadari dan merasa takut kehilangan kekasihnya.
Pada tahun yang sama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah di hadapan para sahabat di padang Arafah, dengan lantang beliau membuka khutbahnya:
أيها الناس: اسمعوا قولي، فإني لا أدري لعلّي لا ألقاكم بعد عامي هذا بهذا الموقف أبدا
“Wahai manusia, dengarkan perkataanku! Karena sesungguhnya, aku tidak tahu, mungkin saja aku tidak akan bertemu dengan kalian lagi di tahun ini dalam keadaan seperti ini.”
lebih dari 140.000 sahabat mendengar, tak ada yang terlewatkan, perkumpulan yang hening pecah karena ucapan ini. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berwasiat dengan apa yang belum disampaikan sebelumnya yaitu mengedepankan garis ketakwaan, ketuhanan, keutamaan orang Islam, kemuliaan seorang wanita, dan terakhir beliau berwasiat untuk tetap berpegang teguh terhadap agamanya. Maka turun ayat dari Allah Ta’ala ketika beliau sedang wukuf di Arafah :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا [المائدة:3]
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku atasmu dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu.” (Q.S. Al-Maidah: 3)
Syekh Faisal Mahmud Adam salah satu staf pengajar Ponpes Dalwa pernah menyampaikan hikmah daripada rukun haji yang bernama wukuf, adalah sebagai ajang untuk melepaskan diri dari hal-hal yang berbau kesombongan, karena pada hari itu semua manusia berkumpul mengenakan pakaian ihram dan sama-sama merendahkan diri kepada Allah Ta’ala karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّكُمْ لِآدَمَ، وَآدَمُ مِنْ تُرَابٍ
Kamu semua berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah.
Selain ibadah wukuf ada satu ibadah yang bisa diamalkan oleh orang yang tidak melaksanakan haji, dan fadhilahnya tidak kalah besar dari orang yang melaksanakan wukuf, yaitu puasa sunnah hari Arafah. Disabdakan dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di dalam hadisnya yang berbunyi:
عن ابي قتاده رضي الله عنه قال: سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صوم يوم عرفه؟ قال : “يكفر السنه الماضيه والباقيه”. (رواه مسلم)
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa Arafah?. Beliau menjawab: “Puasa Arafah itu menghapus dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu Syekh Faisal menanggapi semua hal di atas adalah bentuk dari kasih sayang Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Khususnya kita umat yang hidup di akhir zaman, harus tetap berpegang teguh pada syariat yang ia bawa. Dengan itu insya Allah kita bisa berkumpul dengan kekasih Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kelak di akhirat nanti.
(Irsyad/red)
Comments