Mengapa bahasa Arab bisa tampil dengan dua wajah yang berbeda ? satu terjaga dalam mushaf dan majelis ilmu, satu tumbuh liar di pasar dan jalanan?
Bahasa Arab Fushah dikenal sebagai classical Arabic dan modern standard Arabic, dan telah diresmikan UNESCO sebagai bahasa internasional pada 18 Desember 1973, yang kemudian diperingati sebagai Hari Bahasa Arab Sedunia. Berbeda dengan itu, ‘Ammiyah adalah bahasa keseharian, bahasa pasar, bahasa yang disebut yaumiyah atau suqiyah, yang berkembang dari pertemuan manusia sehari-hari. Ammiyah tidak terikat ketat pada kaidah nahwu-sharf, dan setiap negara Arab memiliki versi ‘Ammiyah-nya sendiri seperti Mesir, Sudan, Hijaz, Najd, Yaman, Irak, Syam, dan Maghrib.
menjelaskan bahwa ‘Ammiyah berasal dari fenomena lahn, yaitu penyimpangan bahasa yang muncul sejak masa Nabi akibat perbedaan logat antar kabilah.
Pada masa pra-Islam, kabilah paling fasih adalah Quraisy, disusul Tsaqif, Hudzail, Khuza’ah, Kinanah, Ghathfan, Bani Asad, dan Tamim, sementara kabilah Arab Yaman lebih banyak terpengaruh oleh bahasa Ajam seperti Persia, Romawi, dan Habasyah. Ketika ekspansi Islam terjadi, bahasa Arab bercampur dengan bahasa-bahasa lain, terutama dalam kosakata benda.
Pasar-pasar sejak abad ke-5 H menjadi tempat suburnya lahn yang perlahan berubah menjadi ‘Ammiyah yang hidup hingga kini.
Ada lima faktor utama yang membuat bahasa ‘Ammiyah lahir dan berkembang.
Pertama, jarak antarkabilah di Jazirah Arab sangat jauh, sehingga logat mereka berbeda-beda.
Kedua, letak Arab berada di titik pertemuan Asia, Afrika, dan Eropa, membuat bahasa Arab banyak berinteraksi dengan bahasa lain.
Ketiga, ekspansi Islam membuat bangsa Arab bertemu ratusan bahasa baru.
Keempat, masa penjajahan ikut mendorong penggunaan dialek agar bahasa Arab tidak menjadi kuat.
Kelima, dunia Arab sekarang sangat luas terdiri dari 21 negara dengan banyak suku dan budaya. Semua faktor ini membuat ‘Ammiyah tumbuh sebagai bahasa yang fleksibel, mudah berubah, dan mengikuti kebutuhan masyarakat yang memakainya
Perbedaan juga nampak pada bunyi antara ‘Ammiyah Saudi Arabia dan Fushah.
Dalam ‘Ammiyah, beberapa huruf berubah, seperti ذ yang diucapkan menjadi د, ث menjadi ت, dan hamzah yang sering berubah menjadi ya’. Vokal pun ikut berubah, misalnya a menjadi i, au menjadi o, dan ai menjadi e. Ada juga penambahan bunyi seperti huruf f- di awal kata tertentu, serta tambahan vokal a di akhir kata setelah ya’ mutakallim.
Selain itu, beberapa bunyi justru hilang, baik di awal, tengah, maupun akhir kata contohnya ya akhiy menjadi ya khuya, ala sya’ni menjadi alasyan, ma ‘alaihi menjadi maleish, dan al-ladzi menjadi elle. Semua perubahan ini menunjukkan bahwa bahasa berkembang mengikuti kebiasaan manusia, ada yang hilang, ada yang berubah, dan ada yang muncul sebagai bentuk baru.
Sebagai santri, kita punya kehormatan sekaligus tanggung jawab: menjaga kemuliaan ilmu dan adab, termasuk dalam bahasa yang kita gunakan. Fushah adalah bahasa Al-Qur’an, bahasa hadis, bahasa ulama, dan bahasa keilmuan yang telah dijaga sejak berabad-abad.
Karena itu, sudah sewajarnya kita memilih Fushah sebagai bahasa percakapan dan pembelajaran, bukan ‘Ammiyah yang lahir dari kebiasaan sehari-hari dan tidak terikat aturan.
‘Ammiyah memang mudah dan sering terdengar di masyarakat, tetapi jalan seorang santri bukanlah jalan yang “simpel mudah”. Kita belajar untuk rapi dalam ilmu, tertib dalam adab, dan tinggi dalam cita-cita.
Jika ingin menjadi pewaris keilmuan Islam, maka langkah pertama adalah menata bahasa kita. Berbahasa Fushah berarti berlatih disiplin, memperindah tutur, dan menghormati warisan para ulama.
Mari tinggalkan ‘Ammiyah dalam percakapan sesama santri dan mulailah membiasakan diri berbicara dengan Fushah.
Tidak harus langsung sempurna yang penting kita memulai. Sedikit demi sedikit, lidah akan terbiasa, dan hati akan ikut mencintai. Jadikan Fushah sebagai identitas, kebanggaan, dan ciri khas kita sebagai santri yang menjaga kemuliaan ilmu.
Namun , kita butuh nilai nilai yang tetap, tapi juga terkadang juga harus tau atau lentur menghadapi perubahan.
(Artikel ini bersumber dari jurnal ilmiah berjudul “MEMAHAMI PERBEDAAN ANTARA BAHASA ARAB FUSHAH DAN ‘AMMIYAH”, yang dipublikasikan dalam NASKHI: Jurnal Kajian Pendidikan dan Bahasa Arab, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, dan ditulis oleh Amran AR, Takdir, Ahmad Munawwir, dan Nurlatifah. Jurnal ini membahas secara mendalam sejarah, perkembangan, perbedaan, hingga faktor-faktor munculnya dua ragam bahasa Arab tersebut)

Comments