Pada tahun 1966 beliau merantau ke Pontianak berdakwah keluar masuk dari satu desa ke desa yang lainnya dan melewati hutan belantara yang penuh lumpur dan rawa-rawa namun dengan penuh kesabaran dan ketabahan semua itu tidak dianggapnya sebagai rintangan. Pernah tatkala beliau mau meloncat dari perahunya ia terjatuh dan terperosok ke rawa-rawa yang penuh dengan duri maka dengan sabarnya ia mencabut sendiri duri-duri yang menancap kakinya, Dengan penuh kearifan dan bijaksana beliau memperkenalkan dakwah Islam kepada orang-orang yang masih awam terhadap Islam. Dan alhamdulillah dakwah yang beliau lakukan mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat ataupun tokoh-tokoh lainnya. Di setiap daerah yang beliau masuki untuk berdakwah beliau senantiasa bersilaturahmi terlebih dahulu kepada tokoh masyarakat dan ulama/kyai setempat untuk memberitahu sekaligus minta izin untuk berdakwah di daerah tersebut sehingga dengan budi pekerti, akhlaq dan sifat-sifat yang terpuji itulah masyarakat beserta tokohnya banyak yang simpati dan mendukung terhadap dakwah yang beliau lakukan.
Pada waktu melakukan dakwah beliau senantiasa membawa seperangkat peralatan pengeras suara (Loadspeaker/Sound System) yang mana pada saat itu memang masih langka di Pontianak sehingga dengan hal itu tidak merepotkan yang punya hajat/mengundangnya untuk mencari sewaan pengeras suara. Dan tak lupa pula beliau membawa satir/tabir untuk menghindari terjadinya ikhtilat (percampuran) antara laki-laki dan perempuan dan perbuatan maksiat/dosa lainnya yang akan menghalang-halangi masuknya hidayah Allah SWT, sedangkan pahala dakwah yang beliau lakukan belum tentu diterima Allah SWT.
Berdagang yang beliau lakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan dijadikan sarana pendekatan untuk berdakwah kepada masyarakat. Kedermawanan dan belas kasihnya kepada orang yang tidak mampu menyebabkan dagangannya tidak pernah berkembang karena keuntungannya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu serta membebaskan orang yang tidak mampu membayarnya. Selain itu pula beliau mempunyai keahlian memotret dan cuci cetak film yang beliau gunakan pula sebagai daya tarik dan mengumpulkan massa untuk didakwahi, karena pengambilan hasil potretan yang beliau lakukan sudah ditentukan waktunya, sehingga apabila mereka sudah berkumpul sambil menunggu cuci cetak selesai waktu menunggu tersebut diisi dengan ceramah dan tanya jawab masalah agama. dan biasanya beliau menentukan waktunya dekat waktu solat sehingga ketika berkumpul mereka diajak untuk sholat.
Kemudian pada tahun 1972 beliau mengajar di sebuah Pondok Pesantren di desa Ganjaran Gondanglegi Malang guna mengembangkan Bahasa Arab, sehingga pondok tersebut pada saat itu terkenal maju dalam bidang Bahasa Arabnya.
Selanjutnya beliau pindah dan mengabdikan diri di Pondok Pesantren Al Khairiyah Bondowoso bersama Ustaz Abdullah Abdun dan Habib Husein al-Habsyi. Sehingga beliau diminta oleh Habib Husein al-Habsyi untuk mengajar di Pondok Pesantren Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) yang baru dirintisnya. Selama beliau mengajar di Pondok YAPI masyarakat Bangil tidak tahu bahwa beliau adalah ahli pidato (seorang orator) karena Habib Husein al-Habsyi melarangnya untuk melakukan dakwah dan menerima kursus Bahasa Arab. Adapun karya besar beliau pada saat mengajar di YAPI, beliau sempat mengarang kamus Bahasa Arab yaitu Bahasa Dunia ‘Ashriyah dan kitab percakapan Bahasa Arab (Muhawaroh Jilid I & II) yang pada saat ini banyak dipakai di berbagai pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam.
Selain mengajar di tempat yang telah disebut di atas, beliau juga pernah mengajar di berbagai pondok pesantren diantaranya: Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok Pesantren Salafiyah asy-Syafi’iyah Asembagus Situbondo, Pondok Pesantren Langitan Tuban, dan lain-lain. Pada waktu cuti pondok pesantren, beliau gunakan waktunya untuk menyebarkan dan mengembangkan Bahasa Arab ke berbagai pondok pesantren, baik di Jawa Timur atau di Jawa Tengah.
Comments