Tepat pada tanggal 20 Mei 2025, bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang ke-117 sebuah momentum bersejarah yang tak hanya menjadi catatan masa lalu, tetapi juga cermin arah masa depan.
Apa yang terlintas di saat mendengar kata “santri”? Apakah hanya sekelompok orang berpakaian sederhana, tinggal di pesantren, dan tak lepas dari kitab-kitab kuning? Jika iya, maka kamu sedang melihat dari jendela yang sempit. Sebab, santri bukan hanya tentang dunia mengaji dan menunduk di balik kitab.
Di balik kesederhanaannya, santri memikul peran besar dalam perjalanan sejarah bangsa.
Tanggal 20 Mei 1908 menjadi tonggak awal kebangkitan nasional, ditandai dengan berdirinya organisasi pemuda pertama di Indonesia, Budi Utomo. Organisasi ini menjadi simbol kesadaran para pemuda bahwa kemerdekaan hanya bisa diraih melalui persatuan rakyat dalam melawan penjajah.
Meski banyak catatan sejarah menyoroti kontribusi kaum priyayi, namun tak sedikit peran besar yang turut dimainkan oleh para santri dan kyai dalam menggerakkan kesadaran, membangun pendidikan, dan menjaga semangat perjuangan rakyat dari balik bilik pesantren.
Tepat dua tahun setelahnya, H Samanhudi, pengusaha batik asal Surakarta yang sekaligus seorang santri. Beliau pernah menimba ilmu di pondok KH Zainal Mustafa, Tasikmalaya. Lalu ia mendirikan organisasi Sarikat Dagang Islam tujuannya jelas: meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam, serta memperkuat solidaritas antar pedagang muslim.

Sumber : Wikipedia
H Samanhudi merupakan refleksi seorang santri yang tidak hanya bergelut di bidang keilmuan agama saja, tapi juga aktif dalam pembangunan ekonomi umat.
Ketika estafet kepemimpinan dipegang oleh H.O.S Cokroaminoto, organisasi ini menjadi Sarikat Islam yang lebih luas lagi kiprahnya di ranah sosial dan politik kebangsaan. Sarikat Islam menjadi ruang bagi para santri untuk menyuarakan keadilan, memberantas penindasan, dan menyatukan suara rakyat dari berbagai kalangan. Melalui Sarikat Islam, santri berperan aktif sebagai penggerak bangsa dalam kancah politik dan kebangsaan.

Sumber : Wikipedia
Dalam kehidupan modern saat ini, peran santri sangat fleksibel di segala bidang keilmuan, tidak terbatas hanya berdiri di mimbar saja ataupun membaca kitab-kitab klasik pada umumnya. Sebagai Agent Of Change, santri mampu berkontribusi untuk kemajuan bangsa baik dari segi pembangunan ekonomi, kemajuan infrastruktur, hingga pemerataan sosial. Lebih dari itu, santri juga mampu untuk berinovasi di bidang teknologi. Bahkan hal-hal yang mustahil kita bayangkan hari ini, akan menjadi kenyataan lewat inovasi terbaru para santri.
Keterbatasan bukanlah alasan santri untuk tidak berkembang. Justru, karena keterbatasan lah para santri muncul dengan gebrakan baru yang siap untuk memajukan bangsa. Berdasarkan data Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan pada tahun 2020–2021, 90,48 % dari 11.868 pesantren di Indonesia sudah mengembangkan beberapa unit usaha, mulai dari koperasi, agribisnis, hingga digital printing. Hal ini tidak hanya menopang perekonomian pesantren, tetapi juga menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar dan memperkuat ekonomi desa-desa mitra kerja. Di sini kita bisa melihat peranan santri yang aktif dalam berinovasi untuk kemajuan umat.
Maka janganlah heran dalam beberapa tahun ke depan, bangsa kita akan menjadi salah satu negara superpower yang menandingi negara-negara adidaya lainnya melalui peranan santri di balik layar.
Kebangkitan santri adalah kebangkitan peradaban. Karena dari pesantren, lahirlah suara-suara jujur yang menyuarakan keadilan, muncul gagasan-gagasan besar yang mengubah arah bangsa, dan tumbuh nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi kebangkitan. Santri bukan sekedar mengaji, tapi juga pembawa obor masa depan yang terang.
Jadi dapat di simpulkan, jika santri sudah bangkit dengan semangatnya yang membara, maka negeri ini akan ikut bangkit. (Fatah/Lit)
Comments