Pada umumnya, manusia di dunia, khususnya di kalangan para pemuda, bapak- bapak, bahkan ibu-ibu, lebih banyak memikirkan masalah rezeki, khususnya pada kategori uang, disebabkan karena desakan ekonomi, atau nafsu yang sudah menggebu-gebu, entah itu karena ingin beli sesuatu, atau merasa kurang dengan apa yang dimiliki (atau bisa dibilang tamak), atau pun ingin menyamai harta orang lain. Bisa dibilang tidak mau kalah kaya dari orang lain, lalu tenggelamlah seseorang dalam jurang pemikiran “rezeki itu harus dikejar, semakin banyak kerja, semakin banyak harta” pada hakikatnya, urusan rezeki itu telah diatur oleh Allah SWT, ada sebuah qoul ulama menyebutkan, “rezki itu mengejar pemiliknya, sebagaimana mati mengejar pemiliknya”, jadi manusia seharusnya jangan cemas tidak kebagian rezki, karena mereka sudah punya Allah yang maha adil, yang tidak pernah pilih kasih dalam membagi rezeki bagi hambanya sedikitpun.
Betapa banyak orang yang kerja lembur bagai kuda, namun hasilnya uang yang didapati tetap sama, sebaliknya, banyak juga orang yang kerjanya santai, sebentar, namun melimpah hasil yang didapatkan, karena ketahuilah, kerja itu bukan soal mencari harta, tapi soal mengerjakan perintah Allah semata, dan kunci dari semua masalah tersebut cuma 3 hal dalam sebuah akronim, “DUIT”, yang berasal dari singkatan Doa, Usaha, Ikhtiyar dan Tawakkal. Yang pertama yaitu doa, doa berarti kita meminta kepada Allah agar dimudahkan urusan. Kedua, Usaha atau ikhtiyar, menjadi kaya memang harapan yang wajar, akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah cara mendapatkannya, jangan sampai demi menjadi kaya kita menghalakan segala cara atau kaya dengan cara mengemis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membukakan bagi dirinya pintu meminta-minta tanpa kebutuhan yang mendesak, atau bukan karena kemiskinan yang tidak mampu bekerja, maka Allah akan membukakan baginya pintu kemiskinan dari jalan yang tidak disangka-sangka.” (HR. Baihaqi, lihat Shohih Targhib wa Tarhib : 1/195)
Dan terakhir, tawakkal, berserah diri pada Allah, tenaaang.. rezeki kita tidak akan tertukar, seperti kisah Imam Malik: Suatu ketika Imam Malik menyampaikan dalam majlis: “Sesungguhnya rezeki itu datang tanpa sebab, cukup dengan tawakkal yang benar kepada Allah niscaya Allah akan berikan Rezeki. Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah yang mengurus lainnya.”
Terhadap hal yang demikian, Imam Syafi’i, sang murid punya pendapat lain. Seandainya seekor burung tidak keluar dari sangkarnya, bagaimana mungkin ia akan mendapatkan rezeki.
Masing-masing bertahan pada pendapatnya. Hingga pada suatu hari saat tengah meninggalkan pondok, Imam Syafi’i melihat serombongan orang tengah memanen anggur, dan iapun lalu membantunya. Tatkala pekerjaan itu selesai, Imam Syafi’i mendapatkan imbalan beberapa ikat anggur sebagai balasan jasa kebaikannya.
Imam Syafi’i girang sekali. Bukan semata karena mendapatkan anggur, tetapi pemberian itu telah menguatkan pendapatnya. Jika burung tak terbang sangkar, bagaimana ia akan mendapat rezeki. Jika seandainya ia tak membantu memanen, niscaya ia tak akan mendapatkan anggur.
Bergegas ia segera menjumpai gurunya. Lalu sambil menaruh seluruh anggur yang didapatnya, ia pun menceritakan kisah yang terjadi. Imam Syafi’i sedikit mengeraskan pada bagian kalimat “seandainya saya tidak keluar pondok dan melakukan sesuatu (membantu memanen), tentu saja anggur itu tidak akan pernah sampai di tangan saya.”
Mendengar itu Imam Malik tersenyum seraya mengambil anggur dan mencicipinya. Imam Malik berkata: “Sehari ini aku memang tidak keluar pondok. Hanya mengambil tugas sebagai guru, dan sedikit berpikir alangkah nikmatnya kalau dalam hari yang panas ini aku bisa menikmati anggur. Lalu tiba-tiba engkau datang sambil membawakan beberapa ikat anggur untukku.
Bukankah ini juga bagian dari rezeki yang datang tanpa sebab, cukup dengan tawakkal yang benar kepada Allah niscaya Allah akan berikan Rezeki. Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah yang mengurus lainnya.”
Justru seyogyanya yang harus banyak-banyak difikirkan manusia adalah cara menghindari berbuat dosa, karena dosa itu berbeda dengan rezeki, rezeki sudah dijamin oleh Allah SWT, tapi dosa?. Siapa yang berani menjamin kita terhindar dari berbuat dosa tiap harinya.?M.Azh Zhuhri/red.
Comments