Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November merupakan salah satu hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Tanggal ini dipilih untuk menghormati para pejuang yang telah berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang bermulai dari Pertempuran di Surabaya yang terjadi akibat kedatangan pasukan sekutu, ke Kota Surabaya pada 1945.
Untuk mengenang perjuanagan para pahlawan Indonesia dalam mengusir penjajah, Dalwa Berita telah merangkum tujuan dan Sejarah terciptanya hari Pahlawan dari beberapa sumber. Simak penjelasannya berikut ini.
Tujuan diperingatinya 10 November sebagai hari Pahlawan
Dikutip dari surat edaran Mensos RI Nomor S.2144/MS/PB/06/00/10/2024. Hari Pahlawan itu bermaksut untuk mengenang dan menghormati jasa serta perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Lebih lanjut, tujuan dari peringatan Hari Pahlawan untuk masyarakat adalah untuk membangun ingatan kolektif bangsa, menggugah kesadaran masyarakat agar menerapkan semangat dan nilai-nilai luhur pahlawan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, peringatan ini bertujuan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia serta meningkatkan rasa kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa dan negara Indonesia.
Tahun 2024 ini, Kementerian Sosial Republik Indonesia menetapkan tema ‘Teladani Pahlawanmu Cintai Negeri’ dalam memperingati hari Pahlawan tahun ini. Tema ini mengajak setiap insan masyarakat Indonesia untuk memiliki semangat kepahlawanan dan tergerak hatinya untuk membagun negeri sesuai dengan potensi dan profesi mereka masing-masing.
Sekelumit sejarah hari Pahlawan 10 November
Dikutip dari Antara.com, Sejarah Hari Pahlawan 10 November 1945 bermula dari pertempuran di Surabaya, yang terjadi akibat kedatangan pasukan sekutu, terdiri dari tentara Inggris dan Belanda NICA (atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda yang membonceng pasukan sekutu), ke Kota Surabaya pada 25 Oktober 1945. Kedatangan sekutu awalnya bertujuan untuk mengamankan para tawanan perang dan melucuti senjata tentara Jepang.
Singkat cerita, pada tanggal 29 September 1945, Komandan Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) yaitu Letnan Jenderal Philip Christison tiba di Jakarta. Tugas yang diberikan Inggris kepada AFNEI di Indonesia adalah melucuti senjata Jepang, memulangkan para tentara Jepang ke tanah air mereka, membebaskan sekutu yang berada di bawah tawanan Jepang, serta mempertahankan keadaan yang ada di Indonesia.
Sebelum hal itu terjadi, pada tanggal 24 Agustus 1945 adanya kesepakatan yang terjadi antara Inggris dan Belanda yang dimuat dalam Civil Affair Agreement, berisikan mengenai kemauan Inggris dalam membantu Belanda kembali berkuasa di Indonesia.
Oleh sebab itu, adanya resistensi dari para penduduk Indonesia atas kedatangan pasukan sekutu yang disebabkan perjanjian tersebut. Karena adanya hal tersebut, terjadinya pertempuran di berbagai tempat di Indonesia antara pasukan Indonesia dengan sekutu.
Kedatangan Inggris di Surabaya
Tim RAPWI atau tim Pemulangan Tawanan Perang Sekutu yang merupakan bagian dari AFNEI tiba di Surabaya pada tanggal 19 September 1945. Namun, kedatangan tim tersebut tidak disambut dengan baik dikarenakan tim tersebut tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pimpinan Indonesia yang ada di Surabaya. Selain itu, tim Pemulangan Tawanan Perang Sekutu tersebut berisi perwakilan dari pihak Belanda.
Hingga pada akhir September, kedatangan Kapten Huijer yang merupakan seorang perwira Angkatan Laut Belanda ke Surabaya tanpa adanya izin dari pihak Inggris untuk menerima penyerahan Jepang.
Jepang menyerahkan berbagai alat transportasi, senjata anti pesawat, tank, dan masih banyak lagi pada tanggal 3 Oktober 1945 yang tak lama kemudian berhasil direbut oleh pasukan TKR dan berhasil menawan Kapten Huijer.
Dalam menjalankan misinya di Surabaya, pihak Inggris pada awalnya hanya mengerahkan Brigade Infanteri India ke-49 yang berada dibawah pimpinan komando Brigadir Mallaby yang memiliki kekuatan antara 4.000 hingga 6.000 pasukan. Para pasukan sekutu yang tiba Surabaya tersebut belum boleh mendarat sebelum mendapatkan izin dari pimpinan Indonesia yang ada di Jakarta. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya perundingan antara pimpinan sekutu dengan pimpinan Indonesia yang ada di Surabaya.
Pimpinan Indonesia yang ada di Surabaya pada saat itu adalah Gubernur Jawa Timur Suryo, Komandan TKR Karesidenan Surabaya dokter Moestopo, Residen Surabaya Sudirman, Radjamin Nasution, Ketua KNI Doel Arnowo, Ruslan Abdulgani, Djoko Sawondho, Rustam Zain, Djoko Sawondho, Mohammad, Inspektur Soejono Prawibismo, Moh Jassin, dan Mr. Masmuin.
Pihak Inggris juga meminta agar para masyarakat biasa selain polisi, TKR, serta badan perjuangan untuk dilarang membawa atau menggunakan senjata agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Oleh sebab itu, antara kedua belah pihak disepakati pula untuk membentuk sarana komunikasi yaitu Kontak Biro.
Masyarakat Surabaya semakin marah tatkala sekelompok orang Belanda yang dipimpin oleh Mr.W.V.Ch. Ploegman tiba-tiba mengibarkan bendera merah putih biru milik Belanda di hotel Yamato tanpa meminta izin terlebih dahulu ke pihak Indonesia. Yang mengakibatkan terjadinya keributan di depan hotel Yamato, Surabaya.
Kondisi yang memprihatinkan membuat khawatir banyak Kyai di Jawa Timur termasuk Presiden Soekarno, yang kemudian meminta arahan kepada Kiai Hasyim Asy’ari.
Atas permintaan tersebut, Kiai Hasyim menginstruksikan PBNU untuk mengadakan rapat yang diadakan pada 21-22 Oktober 1945 di Surabaya.
Rapat ini menghasilkan pokok-pokok kewajiban umat Islam dalam berjihad untuk mempertahankan bangsa dan negara, yang dikenal sebagai Resolusi Jihad.
Kiai Hasyim menyampaikan seruan ini sebagai komitmen umat Islam untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.
Resolusi ini juga menyoroti tindakan kejam Belanda dan Jepang yang mengganggu ketenangan di Indonesia. Oleh karena itu, Resolusi Jihad menyerukan pemerintah untuk mengambil sikap tegas terhadap ancaman yang membahayakan kemerdekaan, terutama dari Belanda.
PBNU juga menyerukan umat Islam untuk meneruskan perjuangan demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Resolusi Jihad ini menjadi pemicu semangat perlawanan rakyat terhadap Belanda, yang puncaknya terjadi pada 10 November 1945.
Pada 27 Oktober 1945, NICA yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sother Mallaby memasuki wilayah Surabaya dan langsung mendirikan pos pertahanan. Pasukan Sekutu yang didominasi tentara Inggris menyerbu penjara dan membebaskan tawanan perang yang ditahan oleh pihak Indonesia.
Mereka juga memerintahkan masyarakat Indonesia untuk menyerahkan senjata. Namun, perintah tersebut ditolak tegas oleh rakyat Indonesia. Pada 28 Oktober 1945, pasukan Indonesia yang dipimpin Bung Tomo melancarkan serangan ke pos-pos pertahanan Sekutu, dan berhasil merebut sejumlah bagian titik penting Surabaya.
Meskipun gencatan senjata telah disepakati pada 29 Oktober, bentrokan bersenjata tetap terjadi antara warga Surabaya dan pasukan Inggris. Puncak pertempuran ini ditandai dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945.
Brigadir Jenderal Mallaby adalah pria brigadir Britania berkebangsaan Inggris yang lahir pada tanggal 12 Desember 1899. Pemuda yang membunuh Mallaby, tidak pernah di ungkap oleh sejarah hingga untuk pertama kalinya, seorang wartawan Harian Sore Surabaya Post bernama Amak Altuwy menulis bahwa pemuda yang menewaskan Mallaby adalah Abdul Azis. Hal tersebut yang memicu kemarahan pihak Inggris.
Setelah Mallaby tewas, Inggris mengangkat Mayjen Eric Mansergh untuk menangani konflik di Surabaya.
Pada tanggal 8 November, Mayjen Mansergh menuduh Gubernur Suryo sengaja tidak mengindahkan gencatan senjata dan tidak mengevakuasi tentara Sekutu dari bentrok di Surabaya. Selain itu, Mansergh juga mengancam bahwa sebentar lagi Surabaya akan diduduki kembali oleh militer Inggris.
Puncaknya 9 November 1945, Mansergh memberikan dua ultimatum ke Surabaya. Ultimatum pertama dikirimkan langsung ke gubernur Suryo dan ultimatum berikutnya disebarkan ke seluruh area Surabaya melalui kapal-kapal udara.
Ultimatum tersebut berisi dua tiga poin utama, yaitu:
- Semua sandera Sekutu yang dipegang rakyat Indonesia wajib dikembalikan dalam keadaan sehat paling lambat 10 November jam 06.00 pagi.
- Semua pemimpin rakyat Indonesia, termasuk pemimpin masyarakat, militer, dan pimpinan radio harus melaporkan diri paling lambat 10 November jam 06.00 pagi.
- Semua rakyat Indonesia wajib menyerahkan seluruh senjata yang dimiliki, menyerahkan diri sebagai sandera, dan menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat.
Arek-arek Surabaya merasa terhina dengan ultimatum tersebut. Akhirnya para pemuda pun mengangkat Sungkono sebagai Komandan Pertahanan Kota Surabaya (defense) dan Surachman sebagai Komandan Pertempuran (attack).
Pemuda Surabaya juga membuat semboyan “Merdeka atau Mati!” dan berikrar akan mempertahankan kemerdekaan Indonesia sampai titik darah penghabisan. Jam 21.00 di tanggal 9 November, gubernur Suryo juga membakar semangat arek-arek Surabaya dan secara resmi membuka Pertempuran Surabaya.
Pertempuran Surabaya 10 November 1945
10 November 1945, Pertempuran Surabaya dimulai sejak pagi. Pidato Bung Tomo di salah satu stasiun radio terus menggema selama pertempuran, mengguyurkan semangat dan sikap berani mati pada arek-arek Surabaya.
Dipenuhi dengan tekad dan fanatisme, arek-arek Surabaya bertempur melawan persenjataan canggih Sekutu dengan senjata-senjata seadanya. Bahkan beberapa arek Surabaya nekat melakukan bom bunuh diri demi menghancurkan perwira Sekutu.
Hingga saat ini, veteran Inggris yang pernah berperang di Surabaya 10 November menganggap Pertempuran Surabaya adalah salah satu medan perang paling mencekam.
Selama tiga minggu, Surabaya dipenuhi tumpukan mayat, genangan darah, ledakan bom dan senjata, serta teriakan “Allahu Akbar” dari segala penjuru. Selain itu, sebanyak apapun digempur, tanah Surabaya seperti tidak pernah kehabisan pejuang untuk menyerang.
Selama tiga minggu pertempuran, Sekutu kehilangan sekitar 1500 pasukan. Sedangkan jumlah pejuang Indonesia yang gugur diestimasi sekitar 6000 – 20.000 orang.
Kewalahan dan trauma dengan Pertempuran 10 November, Sekutu akhirnya memutuskan berhenti memberi bantuan ke Belanda untuk menjajah dan ikut mengakui kedaulatan Indonesia.Bonanza/red.
Comments