Kemajuan teknologi informasi yang pesat membuat seseorang mudah mengakses berita. Dari nasional hingga isu internasional dapat dinikmati hanya dengan meng klik tautan dan berita yang diinginkan. Politik, ekonomi, kebudayaan hingga kajian-kajian agama tersedia secara lengkap, hingga rasanya tak mungkin apabila sesorang tidak mengetahui isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat. Tapi sayangnya, ditengah santernya teknologi informasi yang semakin berkembang, rasanya masih banyak media-media atau postingan yang berbau provokasi dan SARA. Dengan berbekal “katanya”, kadang seseorang langsung mudah menerima apa yang ia dengar tanpa memfilter dan klarifikasi akan kebenaran berita tersebut.
Hidup di Indonesia yang notabene merupakan negara dengan pengguna medsos terbesar ke-4 se-dunia dengan 120 juta pengguna merupakan tantangan tersendiri. Tentu, dari sekian banyak pengguna tersebut tidak semua dapat bersikap bijak dalam menggunakan medsos. Pasti ada beberapa persen yang memang sengaja membuat kegaduhan di media dengan sebaran-sebaran hoaks dan provokasi-provokasi yang mengandung SARA. Hal ini mereka maksudkan agar timbul keresahan dan kecemasan sosial. Dengan landasan pemikiran-pemikiran yang subjektif karena terlanjur fanatik terhadap kelompok tertentu, dan berbekal keyboard atau ponsel, mereka melancarkan aksinya. Parahnya lagi, hal ini diterima oleh orang-orang awam yang menganggap berita ini adalah berita dari sumber yang kredibel atau terpercaya. Mereka tidak mengetahui bahwa berita ini adalah fake news (berita palsu) yang sengaja digulirkan mungkin agar mendapat rating dengan jumlah pengunjung terbanyak di medsos.
Sebagai santri yang mengeyam pendidikan pesantren, kita tidak boleh serta merta menelan berita mentah-mentah. Dalam agama, muslim diajarkan untuk tabayyun atau mengecek kebenaran berita tersebut. Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 49 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jika ada seseorang fasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah”. jangankan zaman ini, semasa Nabi SAW hidup pun hoaks turut digencarkan kaum munafik untuk memecah belah umat. Bagaimana kita lihat hal yang menimpa Sayyidah Aisyah Radhiyallahhu anha ketika menemani Rasulullah SAW dalam perang Bani Mustholiq. Waktu itu beliau ketinggalan rombongan untuk suatu keperluan, dan ditemukan oleh sahabat Nabi yang bernama Sofwan. Karena kaget, Safwan langsung mengucap istirja karena mengetahui Sayyidah Aisyah adalah istri Rosul. Lantas beliau menurunkan untanya agar Sayyidah Aisyah menaiki unta, dan Safwan berjalan kaki sambil menuntun unta tanpa ada sepatah katapun yang keluar dalam mulut beliau selama perjalanan. Dalam kejadian itu, muncullah Abdullah Ubay bin Salul gembong munafik yang menyebarkan berita hoax mengenai Sayyidah Aisyah dan Safwan. Tidak lama kemudian berita ini menyebar ke penjuru kota. Setelah sebulan ramai diperbincangkan, maka Allah SWT menurunkan ayat Al Quran surat Al Nur ayat 11 sampai 20 yang menjadi penerang atas kepalsuan berita tersebut.
Dari cerita diatas, bisa dipetik kesimpulan agar kita tidak mudah percaya begitu saja terhadap berita-berita yang beredar sebelum kita klarifikasi akan kebenaran berita tersebut dari sumber-sumber lain. Semoga tulisan sederhana ini bisa menyadarkan kita akan pentingnya klarifikasi dan bahaya hoaks. Wassalam.Fahri/red
Comments