OpiniSyahrul

Making Indonesia Reading 4.0; Indonesia Mau Membaca Atau Tidak?

0
Gambar dari |https://metrontb.com/roadmap-implementasi-industri-4-0-akan-diluncurkan/

 


Indonesia menghadapi fase dunia baru. Momentum revolusi industri 4.0 yang pertama kali dicetuskan di hannover fair jerman kini juga akan menyambangi indonesia. Optimisme trend dunia baru ini juga telah di sambut oleh pemerintah RI dengan peluncuran progam “making indonesia reading 4.0” awal april 2018 lalu oleh kepala negara indonesia.
            Optimisme pemerintah semoga saja bukan bualan semata mengingat kesiapan indonesia dalam menghadapi dampak revolusi industri 4.0 juga patut untuk dipertanyakan. Logikanya, revolusi industri 4.0 tak hanya menawarkan sisi positif (the promises) tapi juga negatif (the perils). Indonesia akan “ditelan” bulat-bulat oleh sebuah perubahan besar yang ditopang oleh teknologi canggih abad ke 21 yang dapat mengeliminasi tugas manusia sebagai aspek utama produksi. Mesin-mesin canggih akan dapat bekerja dengan sendirinya tanpa membutuhkan operator yang pastinya akan menyebabkan kacaunya mata rantai ekonomi yang telah lama terbangun.
            Dampak negatif lain yang juga akan muncul adalah terjadinya Disruptive Effect yaitu proses transformasi industri dari tradisional ke era digital. Perubahan disrupsi ini akan mengacaukan tatanan industri yang ada sekarang. Pemain industri lama akan “tergerus” oleh industri baru dengan pemain baru, model bisnis baru dan value propotion yang baru. Pe-ritel tradisional akan lambat laun tergerus dengan adanya e-commerce, media cetak juga akan tertinggalkan dengan adanya media online, jasa transportrasi tradisional juga akan tergantikan sedikit demi sedikit dengan adanya jasa transportrasi online yang bersifat sharing economy DLL.
            Tidak hanya itu, dampak negatif yang nampaknya harus menjadi fokus perhatian adalah terjadinya pengangguran secara besar-besaran. Revolusi industri 4.0 memberikan porsi yang lebih kepada kecanggihan teknologi dalam menggantikan kerja manusia. Hal ini diperparah dengan melebarnya ketimpangan ekonomi (income inequality) antara pemilik modal dengan penduduk yang hanya mengandalkan tenaga kerja kasar dan minim intelektual (labor). Sebagai contohnya the big four digitals (google, amazon, facebook, apple) kini telah memiliki kapitalisasi pasar sekitar 3 kali lipat GDP indonesia . nilai kapitalisasi pasar yang begitu besar tersebut hanya dinikmati sekitar 500 orang (total jumlah karyawan 4 raksasa digital tersebut). Sementara GDP Indonesia “dimakan” sekitar 250 juta manusia. Sungguh ketimpangan yang begitu dramatis.
            Dampak revolusi industri yang begitu besar hendaknya menjadi perhatian dalam penentuan arah pembangunan. Factor utama yang memperlebar jurang ketertinggalan Indonesia dengan negara maju adalah intelektualitas bangsa yang masih rendah dan belum merata. Pembangunan yang bersifat meng-upgrade intelektualitas bangsa harus gencar digalakan. Hendaknya kita bisa belajar dari negri sakura jepang. Saat kehancurannya di perang dunia ke 2, jepang tidak lagi membangun pangkalan tempurnya tetapi meraka fokus kepada pembangunan intelektualitas warganya. Jepang mengejar ketertinggalan yang di sebabkan perang dunia 2 pada sisi lainnya. Berkat komitmen jepang dalam membangun intelektualitas warganya, tak lama setelah kehancurannya di perang dunia 2, jepang bangkit sebagai negara maju bahkan melampaui negara-negara maju yang dahulu menghancurkannya.
            Optimisme pemerintah pada progam making Indonesia 4.0 harusnya dapat di tunjang dengan gerakan making Indonesia reading 4.0. hal ini mengingat pentingnya literasi untuk meningkatkan intelektualitas bangsa dalam mengejar ketertinggalan di era revolusi industri 4.0 . intelektualitas bangsa Indonesia yang rendah salah satu factor penyebabnya adalah rendahnya minat baca masyarakat. Survey oleh PISA programme international student assesmend  di tahun 2009 yang melakukan studi tentang minat baca pada 65 negara menyimpulkan bahwa Indonesia menempati posisi ke-57 dari 65 negara tersebut, sedangkan yang terbaru berdasarkan study world most literate countries  yang dilakukan oleh presiden central Connecticut state university (CCSU), john W Miller menyebutkan bahwa indonesia menempati peringkat 60 dari 61 negara pada tahun 2016. Sungguh fakta yang ironis.
            Padahal, budaya membaca turut membentuk karakter bangsa. Budaya membaca tidak hanya memberikan kita informasi dan ilmu pengetahuan semata namun juga berperan membentuk cara berfikir, bertutur dan cara pengambilan keputusan. Petuah-petuah hebat seperti “bangsa yang hebat adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya”  dari bung karno, tidak akan kita tahu dan pahami maknanya tanpa membaca sejarah perjuangan Indonesia. Sungguh pentingnya budaya membaca ini hingga dalam agama islam perintah untuk membaca turun lebih dahulu dari pada hukum syariat yang mengatur cara hidup manusia.
            Melihat betapa pentingnya budaya membaca bagi bangsa Indonesia, salah satu hal yang  dapat dilakukan adalah mempermudah akses terhadap buku-buku bacaan. Selama ini rendahnya minat baca masyarakat juga dipengaruhi oleh keadaan ekonomi. Harga buku di toko buku sekarang cenderung mahal karena pemerintah masih membebankan pajak pada penerbitan buku bacaan. Hal ini bisa teratasi melalui pembenahan pada akses perpustakaan karena di perpustakaan masyarakat tidak perlu membeli buku, hanya cukup meminjamnya. Namun sayangnya, perpustakaan kita juga belum banyak berubah. Minimnya koleksi buku di beberapa perpustakaan kota dan sulitnya akses karena kesibukan warga menyebabkan perpustakaan menjadi tempat angker yang jarang tersentuh.
            Seandainya pemerintah mau memfokuskan pembangunan ke arah making Indonesia 4.0 maka seharusnya hal yang pertama kali harus di perbaiki adalah perpustakaan kota. Pemerintah dengan segala kekuasaannya dapat meng-upgrade perpustakaan yang ada sekarang melalui gerakan revolusi perpustakaan 4.0 yang akan menarik kepada  gerakan yang selanjutnya yaitu makingIndonesia reading 4.0 . pemerintah harus lebih fakus membenahi fasilitas-fasilitas publik yang dapat menaikan intelektualitas masyarakat.
            Gerakan Indonesia Reading4.0 dapat menjadi solusi bagi permasalahan rendahnya intelektualitas bangsa Indonesia. Perlu kita ketahui, Indonesia akan memasuki fase tata dunia baru sebagai implementasi adanya trend global yaitu Revolusi industri 4.0. keterbelakangan intelektualitas dapat menyebabkan hancurnya negeri ini. Kedewasaan dalam menghadapi tantangan dapat diperoleh dengan kedewasaan ber-intelektual.Syahrul/Red.

 

admin dalwaberita.com
Media Informasi dan Berita Terpercaya Seputar Ponpes Dalwa

Dalwa Peringati Haul Pembesar Tarim

Previous article

Resensi Buku Api Sejarah

Next article

Comments

Leave a reply