Indonesia saat ini sudah berumur kurang lebih 7 dekade, tepatnya 72 tahun pada bulan agustus tahun 2017, teriring semangat dan rasa optimis untuk membuat tahun yang bertambah itu dengan sebuah prestasi yang bisa membuat bangga para pahlawan kepada kita selaku anak bangsa, sehingga mereka bisa tersenyum bahagia melihat kita bisa memanfaatkan hasil perjuangan mereka dalam mengusir penjajah.
72 tahun tentu bukan umur yang muda, 28 tahun kedepan umur Negara ini akan mencapai 1 abad, dan pada tahun itu diharapkan muncul Generasi Emas yang siap membawa nama bangsa semakin harum dan semerbak di seluruh penjuru dunia.
Sehingga semenjak tahun 2013, disusunlah sebuah system pendidikan oleh Menteri Pendidikan saat itu, Prof. M. Nuh yang dilanjutkan oleh Menteri Pendidikan yang selanjutnya Prof. Anies Baswedan yang tujuan utamanya adalah membentuk Generasi Emas yang menjadi identitas bangsa, yang puncaknya akan terjadi pada tahun 2045 tepat pada perayaan 1 abad kemerdekaan Indonesia.
Generasi Emas adalah sebuah generasi yang menjadi symbol keberhasilan bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita nya ketika merdeka, yaitu mencerdaskan kehidupan anak bangsa seperti yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, karena memang tolak ukur bangsa yang sebenarnya adalah ketika bisa membentuk generasi rakyat yang cerdas, bukan hanya sejahtera dengan uang maupun barang mewah, karena kecerdasan merupakan harta yang tidak bisa dibeli, Imam Syafi’I juga mengungkapkan bahwa Ilmu adalah perhiasan bagi pemiliknya, hanya dengan kecerdasan, seorang manusia akan terlihat tampan dan cantik walaupun tanpa pakaian yang gagah dan anggun, begitu juga kecerdasan bisa membuat pemiliknya menjadi kaya, sedangkan kekayaan tidak bisa membuat dirinya cerdas dengan seluruh hartanya.
Karena itulah jika kita ingin membentuk generasi emas bangsa, haruslah kita membentuk generasi yang cerdas dan berilmu, sehingga semua aspek lain seperti kekayaan, pertahanan maupun keterampilan akan bergerak lebih cepat dan signifikan.
Realita berkata, saat ini Indonesia sudah memiliki jutaan jumlah sarjana , diharapakan para sarjana ini bisa memunculkan terobosan baru sehingga bertambah lapangan kerja baru. Namun kenyataan yang terjadi malah berbalik 360 derajat, mereka malah terjebak menjadi pengangguran maupun berpuas diri dengan menjadi pegawai orang lain.
Tentu kenyataan ini menunjukkan ada yang salah pada pendidikan kita, sehingga jumlah sarjana tidak bisa menjadi tolak ukur keberhasilan Negara dalam 7 dekade ini, karena kita lihat masih banyak yang salah dan harus dibenahi dari system pendidikan kita, seperti maraknya korupsi kasus dana BOS, kurikulum amburadul, mahalnya pendidikan maupun guru yang tidak berkualitas, sehingga hasilnya bangsa ini bukan malah makin cerdas, namun sebaliknya malah semakin bodoh.
Selain itu ekonomi kita juga semakin bobrok, terlihat dari jumlah hutang Negara yang semakin bertambah setiap tahunnya, harga kebutuhan yang semakin mecekik maupun jumlah rakyat miskin yang selalu naik persentasenya, sehingga jangankan untuk makan daging, untuk makan tempe saja rakyat harus berhutang.
Hal-hal diatas tentulah harus menjadi pertimbangan kita bersama, agar Generasi Emas tahun 2045 itu bukan hanya menjadi spirit saja, namun juga menjadi nyata dan membumi di bumi Nusantara.
Walaupun hambatan dan kenyataan berkata tidak, namun kabar baik muncul dari Dunia Pesantren yang seiring berjalannya waktu menunjukkan kesiapan untuk membentuk Generasi Emas tersebut secara haqiqi, karena kita lihat berapa banyak lulusan Pesantren yang telah berkiprah dan berhasil dalam mencerdaskan bangsa, seperti K.H. Hasyim Asyari yang menjadi pendiri Organisasi Masyarakat terbesar di Indonesia, Prof. M. Nuh yang menjadi Menteri Pendidikan maupun Habib Rizieq Syihab yang berhasil menunjukkan eksistensi muslim di tengah serangan asing.
Ditambah lagi pesantren merupakan pendidikn tertua dan tersukses di Indonesia, sehingga kita bisa liat berapa banyak Menteri, Duta Besar, maupun Rektor yang lahir dari Pesantren, seperti Dr. Abugabriel Maftuh maupun Prof. Imam Suprayogo. Bahkan Presiden RI pernah lahir dari sosok santri.
Selain itu Pesantren memiliki tradisi dan kurikulum yang berbeda dengan instansi pendidikan lain, yaitu penuhnya waktu dalam 24 jam dengan kegiatan positif, sehingga kita tidak temukan waktu kosong dan lenggan untuk bersantai, sehingga Para Santri bukan hanya membahas ilmu agama saja yang selama ini menjadi image mereka, namun juga ilmu lain seperti ilmu alam, sosial, ekonomi maupun tekhnologi.
Lalu juga Santri terkenal dengan kemandiriannya, sehingga jarang kita temukan mereka bingung dalam mencari bekal kehidupan, susah dalam mencari pekerjaan dan bahkan kebanyakan dari mereka dicari dan dibutuhkan.
Bahkan mayoritas alumni pesantren maupun pesantren itu sendiri berhasil menciptakan lapangan kerja baru di lingkungannya, seperti K.H Mahfud Saubari yang memiliki 50 restauran di Indonesia dan Ponpes DALWA yang memiliki Hotel, Bakery, Percetakan maupun Supermarket.
Dan realita berkata bahwa hampir seluruh pondok memiliki koperasi yang mampu menghidupi kegiatan disana tanpa ada bantuan sedikitpun dari pemerintah.
Sehingga ini menjadi bukti jika Pesantren memiliki peran besar dalam ikut serta menyiapkan Generasi Emas tersebut, bahkan pesantren siap membuat Generasi Emas itu lebih indah lagi dengan balutan akhlak yang membuat kecerdasan dan kesejahteraan lebih mulia, karena Prof. M. Nuh pernah berkata “Pada tahun 2045 lagi, kecerdasan bukan menjadi barang istimewa lagi karena sudah merata, namun yang mahal pada era itu adalah akhlak”, dan ini pun tercermin juga dalam pesan setiap kiai yang selalu berpesan kepada muridnya untuk mendahulukan adab daripada ilmu, karena adab pasti menjadi penilaian pertama dalam perkenalan dan pertemuan.
Dan pada intinya, Pesantren siap untuk membawa Indonesia menjadi bangsa yang lebih cemerlang dan siap untuk menjadi Pusat Pembentukan Generasi Emas Bangsa yang memiliki karakter, cerdas dan berakhlak mulia.
Comments