KONTRIBUTOR:
Syahrul Hidayat, S.E.
Atep Abdul Rohman
Wildan Isma Emir Abruri, S.E, MT.
Fahri Yahya, S.H.
Muhammad Kholid, S.Hum.
Ahmad Muayyad , S.Hum.
Ahmad Fanani, S.H.
Afdillah Fikri
Hernando, S.H.
Syahrul Hidayat, S.E.
Atep Abdul Rohman
Wildan Isma Emir Abruri, S.E, MT.
Fahri Yahya, S.H.
Muhammad Kholid, S.Hum.
Ahmad Muayyad , S.Hum.
Ahmad Fanani, S.H.
Afdillah Fikri
Hernando, S.H.
Bukan rahasia umum lagi kalau riset menyatakan minat baca masyarakat Indonesia di bawah rata-rata Negara-negara lain. Ini bukan tanpa bukti. Buktinya, banyak perpustakaan di Indonesia yang ramai dengan buku, namun sepi pengunjung. Yang ada, perpustakaan itu mendapat debu yang mengisi celah-celah buku. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang terbilang maju. Masyarakat negara maju tak segan membaca buku di tempat umum, bahkan di kendaraan umum sekalipun.
Minat baca yang rendah ini sebenarnya sangat disayangkan. Padahal membaca merupakan tradisi ulama-ulama kita agar memperoleh ilmu. Kita bisa mengambil ibrah dari Imam An-Nawawi yang setiap harinya membaca dua belas pelajaran di hadapan gurunya (Qimatuz Zaman ‘Indal Ulama’: 72). Atau Imam Al Khatthib Al-Baghdadi dan Imam Ya’qub An-Najirami yang membaca ulang pelajarannya sambil berjalan (Qimatuz Zaman ‘Indal Ulama’: 51-52). Ini hanya secuil contoh dari ulama. Yang terpenting, semoga rendahnya minat baca tidak berarti rendahnya perhatian bangsa Indonesia terhadap ilmu.
Bahkan kalau kita merujuk pada sejarah, bangsa Barat yang saat ini mengalami kemajuan pesat seperti ini, karena hasil dari banyak membaca karya-karya cendekiawan muslim. Padahal, sebelumnya di kurun abad VIII (delapan) sampai XI (sebelas) bangsa Barat mengalami Dark Ages (tahun kegelapan) yang mana kebodohan merajarela di kalangan mereka.
Selamat membaca!
Comments