KolomMuayyadOpini

Bahasa Arab dan Santri Zaman Now

0

 

Hubungan bahasa Arab dan santri seumpama hubungan antara manusia Indonesia dengan nasi. Kebutuhan santri terhadap bahasa Arab, sama halnya kebutuhan kita terhadap nasi. Bukan sekedar butuh, namun butuh sekali. Kenapa begitu?. Apa pentingnya bahasa Arab?. Bagi orang yang tak kenal seluk-beluk pesantren, barangkali akan terlintas pertanyaan semisal itu.
Jauh berabad-berabad sebelum era pesantren milenial berdiri, Sahabat Umar bin Khatab telah memaparkan alasan terkuat mengapa umat Islam, terlebih santri harus mempelajari bahasa Arab. Beliau menuturkan; “Belajarlah bahasa Arab, karena Bahasa Arab bagian dari agama kalian.”
Dasar hukum agama Islam disampaikan dengan bahasa Arab. Al quran turun dengan bahasa Arab. Sabda-sabda Nabi pun disampaikan menggunakan bahasa Arab.  Syariat  Islam, secara kesuluruhan menggunakan bahasa Arab; shalat, haji, azan, dan lain sebagainya. Karena itu, Sahabat Umar menyebut bahasa Arab itu min diinikum (bagian dari agama kalian).
Literasi di pesantren semuanya menggunakan baahasa Arab. Beragam cabang keilmuan semacam; Fiqh  Tafsir, Tauhid, dan lain sebagainya sampai kepada kita melalui perantara bahasa Arab. Para Ulama, apapun etnisnya, mereka menulis kitab-kitabnya dengan bahasa Arab. Kita boleh menyebut beberapa ulama yang tak berdarah Arab, semisal al Imam Ibnu Malik, ulama asal Spanyol dengan karya masteripiece-nya Alfiyyah Ibni Malik. Kitab tersebut dari lembar awal sampai akhir ditulis dengan bahasa Arab. Atau al Imam Ibnu Khaldun, ahli sejarah dan sosiolog muslim asal Afrika ini menulis kitab fenomenalnya Mukadimah Ibni Khaldun dengan bahasa Arab. Bahkan, kitab ini dikaji oleh orang-orang Barat. Ulama Indonesia pun tak mau kalah. Syeikh. Nawawi al Bantani, asal Banten dan Syeikh Mahfudz at Tarmasi asal Termas menulis kitab-kitabnya dengan bahasa Arab.
Saya teringat nasihat Syeikh Abdun Nashir al Malibari saat kunjungannya ke pesantren saya. Kurang lebih isi nasihatnya agar kita selalu berbahasa Arab dalam ucapan maupun tulisan. Syeikh Abdun Nashir menyebut; dirinya tidak pernah menulis kitab dalam bahasa India kecuali hanya sedikit. Selebihnya ditulis dengan bahasa Arab.
Di pesantren, semua teks berbahasa Arab itu kemudian dialih bahasakan oleh para Kiai. Para Kiai membaca teks asli, lantas menerjemahkannya langsung dalam bahasa daerah masing-masing. Oleh karena itu, bahasa Arab menjadi hal urgen bagi kehidupan santri.
Sebuah tanda tanya besar jika ada pesantren yang tidak mencatumkan bahasa Arab dalam kurikulumnya. Padahal, bahasa Arab adalah makanan sehari-hari santri. Kalau tak ada pelajaran bahasa Arab, konsekuensinya santri tak mampu membaca kitab kuning dengan baik dan benar karena kekurangan stok kosakata.
Bagi orang Arab, Nahwu adalah hal pertama yang perlu dipelajari karena. mereka sudah paham betul bahasa Arab. Bagi orang Ajam seperti kami ini ya, bahasa Arab menjadi hal yang pertama kali perlu diketahui sebelum meniti ke cabang keilmuan lainnya.
Di Spanyol, saat masa keemasan Islam, bahasa Arab menjadi bahasa resmi negeri itu. Perkuliahan disana menggunakan bahasa pengantar bahasa Arab. Kabarnya, Paus Sylvester II pimpinan umat Nasrani itu pernah ngaji ilmu pengetahuan umum di sana. Dan itu artinya, ia menguasai bahasa Arab. Kalau Paus Sylvester II mengerti bahasa Arab, bagaimana dengan kita santri zaman now?.Muayyad/red.

 

admin dalwaberita.com
Media Informasi dan Berita Terpercaya Seputar Ponpes Dalwa

Dalwa Borong Dua Prestasi Sekaligus

Previous article

Muhammad Kholid, Mempresentasikan Makalahnya di WISE SUMMER SCHOOL Malaysia

Next article

Comments

Leave a reply