Berawal dari dakwah sederhana di sudut masjid dengan hanya segelintir jamaah, Habib Munzir bin Fuad Al Musawa menanam benih cinta Rasulullah yang kemudian tumbuh menjadi gerakan besar bernama Majelis Rasulullah. Bukan sekadar nama, tapi sebuah harapan: agar setiap jamaah menjadikan Nabi sebagai teladan hidup dalam segala hal. Meski perjalanan dakwahnya penuh liku dari tidur di emperan toko hingga naik turun bus kota Habib Munzir membuktikan bahwa keikhlasan dan cinta sejati mampu menyalakan cahaya di hati ribuan manusia.
Nama Majelis Rasulullah dipilih oleh Habib Munzir bin Fuad Al Musawa bukan tanpa alasan. Beliau sengaja menamakan majelis taklimnya dengan nama tersebut karena berharap semua jamaahnya bisa meniru dan meneladani sosok Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, serta menjadikannya sebagai panutan hidup dalam setiap aspek kehidupan.

Foto by : Wasih Media
Habib Munzir menjelaskan bahwa tidak ada larangan dalam syariat Islam untuk menamai sebuah majelis dengan nama Majelis Rasulullah. Justru secara hakikat, semua majelis ilmu yang mengajarkan ajaran Islam adalah Majelis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka, jika bukan majelis Rasulullah, majelis siapa lagi?
Meski secara kaidah bahasa Arab bentuk yang lebih tepat adalah Majelis Ar-Rasul, Habib Munzir tetap memilih bentuk “Majelis Rasulullah” agar mudah dipahami oleh masyarakat awam. Sebab, dalam persepsi umum masyarakat Indonesia, nama “Rasulullah” lebih akrab dan lebih mudah dimengerti. Beliau ingin agar nama tersebut menumbuhkan rasa cinta kepada Nabi dan mempermudah masyarakat untuk mengenali misi dakwah yang diusungnya.
Habib Munzir juga dikenal aktif menggelar tabligh akbar, termasuk di Masjid Istiqlal dan berbagai kota besar di luar Jakarta. Tak jarang acara tersebut dihadiri oleh para tokoh nasional, bahkan pemimpin tertinggi negara.
Namun, perjalanan dakwahnya tidaklah mudah. Di masa awal berdakwah, beliau kerap naik turun bus kota dengan mengenakan jubah, serban, dan membawa kitab. Beliau juga pernah mengalami kesulitan hingga harus tidur di emperan toko. Di saat-saat itu, beliau tetap teguh mencari murid dan menyampaikan dakwah dari hati ke hati.
Majelis Taklim yang diasuh Habib Munzir awalnya hanya berisi 3 hingga 6 orang jamaah di Masjid Al-Munawwar, Pancoran, Jakarta Selatan. Namun berkat ketekunan, keikhlasan, dan cinta yang tulus dalam berdakwah, jumlah jamaah terus bertambah, hingga mencapai puluhan ribu orang—bahkan dalam beberapa kesempatan, mencapai 10.000 hingga 30.000 hadirin.
Kini, Majelis Rasulullah telah membuka puluhan cabang majelis taklim di berbagai wilayah Jakarta dan sekitarnya. Semua itu menjadi bukti nyata bahwa dakwah yang dilakukan dengan ketulusan, kelembutan, dan cinta akan menembus hati, menyatukan umat, dan memberi cahaya bagi sekitarnya.
(Dikutip dari buku Kesejukan Dakwah Habib Umar Al Hafidz BSA & Habib Munzir Al Musawa)
Comments