Istilah “Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa” tidaklah menjadi hal yang asing terdengar di telinga kita. Mengingat bagaimana para guru berjuang membebaskan rakyat Indonesia dari kebodohan di negara tercinta kita ini, negara Indonesia.
Asal-usul Kata Guru
Dikutip dari detik.com. Kata guru sering diistilahkan dengan “digugu lan ditiru”. Istilah tersebut merupakan istilah yang muncul dari bahasa Jawa yang berarti guru adalah orang yang patut diikuti nasehatnya. Namun secara etimologi, kata guru ini berasa dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar, pengajar, pendidik, dan ahli didik.
Sedangkan dalam bahasa Inggris, guru atau teacher merupakan kata benda yang berarti pengajar atau seorang ahli spiritual. Oleh karena itu, guru bermakna sebagai pemberi pengetahuan. Guru juga dimaknai sebagai kata sifat yang berarti heavy atau berat. Dalam hal ini menunjukkan bahwa guru memiliki pengetahuan yang berbobot.
Kenapa guru di dijuluki sebagai pahlawan tanpa jasa?
Guru dijuluki pahlawan tanpa tanda jasa karena profesi ini memberikan kontribusi besar bagi bangsa sehingga mereka layak disebut pahlawan. Namun, guru tidak pernah memperoleh tanda jasa seperti pahlawan-pahlawan nasional. Bahkan, hingga saat ini masih banyak guru yang tidak mendapatkan imbal jasa yang layak.
Hal itulah yang menjadi latar belakang julukan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Tidak seperti pahlawan yang bertempur di medan perang, guru tidak mendapat tanda jasa atau gelar kehormatan meskipun jasanya sangat besar dalam mencerdaskan bangsa.
Setelah meninggal dunia pun, para guru juga tidak dimakamkan di taman makam pahlawan, sebagai mana para pahlawan pada umum nya. Kesimpulannya adalah bahwasannya julukan tersebut diberikan untuk menggambarkan bahwa guru adalah orang yang berjasa untuk negara dalam memberantas kebodohan tetapi tidak mendapatkan penghargaan yang sepadan atau semestinya.
Sosok seorang guru dalam Islam
Dikutip dari NUOnline. Dalam Islam, profesi guru merupakan sosok yang sangat mulia. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Mubarak dalam kitab dalamnya yang berjudul Tahzibil al Kamal, jilid 16, halaman 20 yang menyebut bahwa setelah derajat kenabian, tidak ada derajat yang lebih tinggi dari pada menyebarkan ilmu (guru). Hal ini karena ilmu adalah sumber kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ilmu juga merupakan sarana untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, serta untuk membimbing umat manusia menuju jalan yang diridhoi Allah SWT.
لاَ أَعْلَمُ بَعْدَ النُّبُوَّةِ دَرَجَةً أَفْضَلَ مِنْ بَثِّ الْعِلْمِ
Artinya; “Aku tidak mengetahui setelah kenabian ada derajat yang lebih utama dari menyebarkan ilmu.”
Sementara itu dalam kitab Siyar A’lam An-Nubala, jilid 8, halaman 387 diceritakan bahwa Abdullah bin Mubarak membagi-bagikan harta di berbagai negeri untuk membantu para ulama dan orang-orang yang belajar hadits. Melihat aksinya, Ibnu Mubarak pun ditegur oleh beberapa orang karena khawatir harta tersebut akan habis. Namun, tetap mengacuhkannya, dan menjawab bahwa ia tidak menyesal membantu para ulama hadits.
Menurutnya, para penuntut ilmu memiliki keutamaan dan kejujuran. Para ahli ilmu telah menuntut ilmu hadits dengan baik, dan masyarakat luas membutuhkan ilmu mereka. Jika para ulama hadits tidak dibantu, maka ilmu mereka akan hilang. Sebaliknya, jika para ulama hadits dibantu, maka mereka akan menyebarkan ilmu kepada masyarakat luas.
Pada sisi lain, dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda bahwa beliau senantiasa duduk bersama orang-orang yang sedang belajar karena beliau diutus sebagai pengajar. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw sangat memperhatikan pentingnya pendidikan dan pengajaran.
كُلٌّ عَلَى خَيْرٍ هَؤُلَاءِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُمْ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُمْ وَهَؤُلَاءِ يَتَعَلَّمُونَ وَإِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا فَجَلَسَ مَعَهُمْ
Artinya; “Semuanya berada di jalan kebaikan. orang-orang yang membaca Al-Qur’an dan berdoa kepada Allah, maka jika Allah menghendaki, Allah akan mengabulkan doa mereka, dan jika Allah menghendaki, Allah akan menolak doa mereka. Pun orang-orang yang belajar [dalam kebaikan], dan sesungguhnya aku hanya diutus sebagai pengajar, maka aku duduk bersama mereka.”
Apakah hak-hak guru jaman sekarang sudah terpenuhi?
Dalam beberapa tahun terakhir, budaya keramahan dan sopan-santun di Indonesia mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari generasi muda atau remaja yang cenderung kehilangan etika dan sopan santun terhadap teman sebaya, orang yang lebih tua, guru bahkan terhadap orang tua.
Seorang siswa tidak lagi menganggap guru sebagai panutan, seorang yang memberikan ilmu dan pengetahuan yang patut di hormati dan disegani. Selain itu, perilaku kurang sopan ini diduga dipengaruhi oleh pergaulan siswa yang kurang terkontrol oleh orang tua, kurangnya bimbingan dari guru serta perilaku coba-coba dari siswa itu sendiri.
Perkembangan zaman juga dapat berpengaruh terhadap dinamika antara guru dan pelajar, hal ini mampu berdampak pada menurunnya peran siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) dan terkikisnya rasa hormat terhadap guru.
Beberapa penyebab terkikisnya rasa hormat ini seperti: kemudahan akses informasi yang membentuk pola pikir bahwa guru bukan satu-satunya sumber pengetahuan dan dengan mudahnya budaya barat mempengaruhi sikap dan gaya hidup murid, pergeseran nilai-nilai sosial yang berpengaruh terhadap cara pandang murid terhadap otoritas dan dan hubungan guru dan murid, serta metode mengajar yang kurang relevan yang membuat murid merasa jenuh, kurang terlibat dan kurang menghormati guru.
Yang intinya, hak-hak guru di Indonesia belum sepenuhnya terpenuhi. Menurut Mendikbud, guru rentan malapraktik dan belum memperoleh haknya dengan baik.
Sekelumit Adab dan Cara Menghormati Guru dalam Islam
1.Mengucapkan Salam Ketika Bertemu
Salam adalah ucapan yang penuh makna dan berkah. Salam juga merupakan hak seorang muslim terhadap muslim lainnya. Ketika kita bertemu dengan guru, kita harus mengucapkan salam lebih dulu sebagai tanda hormat dan kasih sayang.
2.Memperhatikan Nasihat-Nasihat yang Baik
Guru adalah orang yang memiliki ilmu dan pengalaman lebih dari kita. Guru sering memberikan nasihat-nasihat yang baik untuk kebaikan kita sendiri. Kita harus memperhatikan nasihat-nasihat tersebut dengan sikap hormat dan rendah hati. Kita tidak boleh menyela, menentang, atau mengabaikan nasihat-nasihat guru.
3.Mematuhi Perintahnya Selama Tidak Bertentangan dengan Islam
Guru memiliki kewenangan untuk memberikan perintah-perintah kepada murid-muridnya dalam rangka proses belajar mengajar. Kita harus mematuhi perintah-perintah tersebut selama tidak bertentangan dengan ajaran islam. Kita tidak boleh melawan, membantah, atau menolak perintah-perintah guru tanpa alasan yang syar’i.
4.Menjauhi Larangannya Selama Tidak Bertentangan dengan Islam
Guru juga memiliki kewenangan untuk melarang hal-hal yang dapat mengganggu proses belajar mengajar atau merugikan diri kita sendiri. Kita harus menjauhi larangan-larangan tersebut selama tidak bertentangan dengan ajaran islam. Kita tidak boleh melanggar, mengejek, atau menantang larangan-larangan guru tanpa alasan yang syar’i.
5.Mengerjakan Tugas yang Diberikannya dengan Baik
Guru sering memberikan tugas-tugas kepada murid-muridnya untuk menguji pemahaman dan kemampuan mereka. Kita harus mengerjakan tugas-tugas tersebut dengan baik, jujur, dan bertanggung jawab. Kita tidak boleh mencontek, menyalin, atau mengabaikan tugas-tugas guru tersebut.
6.Tidak Memperolok-Olok atau Meremehkan
Guru adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Kita harus bersikap santun dan toleran terhadap kesalahan dan kekurangan guru. Kita tidak boleh memperolok-olok, meremehkan, atau mencela guru tanpa alasan yang syar’i.
Serta juga menjaga adab ketika bertanya, menyampaikan salam dan doa ketika berpisah, menghargai waktu dan kesempatan belajar, memberikan hadiah atau bantuan yang bermanfaat, mendoakan kebaikan dan keselamatan bagi mereka, dan masih banyak lagi. Bonanza/red
Comments