Wawancara

Perguruan Tinggi Islam di Indonesia Mengalami Dilema Epistimologis | lpm dalwa | dalwa

0

Kebangkitan Islam tidak akan muncul tanpa dibarengi dengan Kebangkitan Keilmuwan Islam, akan tetapi kondisi keilmuwan islam sekarang mengalami krisis, lembaga pendidikan Islam terkhusus peguruan tinggi Islam kehilangan jati diri, oleh karena itu, kru LPM DALWA BERITA, Muhammad Kholid dan Hasan Basri mewawancari Dr. Syamsuddin Arif mengenai problematika keilmuwan islam ini serta peluang dan tantangannya.


Bagaimana pendapat ustadz mengenai kondisi keilmuwan Islam di Indonesia?
Kondisi keilmuwan Islam di Indonesia sebenarnya cukup baik, karena kita punya ribuan perguruan tinggi, tapi kalau yang dimaksud keilmuwan adalah kesiapan untuk memasuki dunia kerja, itu biasa-biasa saja, karena itu sudah berjalan puluhan tahun. Tapi kalau yang dimaksud pendidikan adalah dalam perspektif Islam, ini yang perlu dinilai, dikritisi, dievaluasi, dan direvisi. Sebab kalau kita mengacu kepada cita-cita pendidikan di Indonesia dalam Pancasila, adalah Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Jadi kita mengharapkan masyarakat Indonesia ini menjadi Manusia yang Adil dan Beradab. Yang pertama adalah memanusiakan kita, sebab kita belajar bertahun-tahun tapi tidak berbeda dengan hewan, dari sifat dan perbuatan kita, berarti pendidikan kita belum berhasil. Yang kedua adil, berarti tujuan keilmuwan itu bisa menempatkan diri atau tidak dholim, menempatkan diri bukan hanya sebagai warga negara tapi menempatkan diri sebagai manusia di alam semesta ini. Adil itu harus diajarkan disekolah, bagaimana adil kepada orang lain, adil kepada diri sendiri, adil kepada alam sekitar kita, adil kepada makhluk, adil kepada Allah. Yang ketiga beradab. Jadi kalau kita lihat, terjadi krisis keilmuwan, cara berfikir kita terpengaruh oleh barat, walaupun kelihatannya kita sudah berilmu, karena sudah sekolah, kuliah, sudah menjadi dosen dan guru besar, tapi ternyata pemikirannya sebenarnya tidak ilmiah, dan tidak sesuai dengan nilai nilai keilmuwan Islam.  Contohnya masih banyak ilmuwan muslim kita yang cara pandangnya materialistis, naturalistik, kemudian positifistik, sekuleristik. Ibaratnya kalau mendiagnosa pasien, umat Islam ini tidak sehat tubuhnya. Jadi akal umat Islam ini sedang dalam penyakit, penyakit relativisme, skeptisisme, rasionalisme , saintisme. Contoh dalam bidang tafsir, tafsir yang mana dulu, terus kalau disebutkan tafsir ibnu katsir, ya itukan tafsir ibnu katsir, ibnu katsir kan juga seorang manusia, nah seperti ini contoh penyaki-penyakit akal.
Bagaimana dengan Perguruan Tinggi Islam di Indonesia ini ?
Kan ada yang dikelola pemerintah ada juga yang swasta, nah itu kita lihat masih mengalami dilema, dilemma itu seperti buah simalakama, kalau dimakan, ayah mati, kalau tidak dimakan, ibu yang mati, jadi makan salah tidak makan salah. Umat Islam ini merasakan dilemma begitu juga, universitas Islam baik kurikulumnya, keilmuwannya, penelitiannya antara ikut sistem barat , atau tidak ikut barat (ikut sistem Islam). Dilemanya apa, kalau dia ikut barat tentu akan tersesat, bisa bisa celaka. Kalau tidak ikut barat, nanti tidak diakui , tidak lolos akreditasi, kemudian lulusanya tidak bisa kerja, akhirnya orang tua takut memasukknya ke lembaga itu, takut dibilang  ketinggalan zaman, takut dibilang kolot, tidak relevan, dsb.  Sebenarnya tidak hanya masalah  tidak diakreditasi, kalau disekolah juga menyangkut dana bos dan sertifikasi gur. Termasuk dilema para cendikiawan dan dosen, antara ikut pemikiran para ulama kita terdahulu, atau ikut barat. ini yang disebut Prof Al-Attas dengan dilema tersebut, kejahilan dan hilangnya adab ini secara umum, secara khusus ini dilema epistimologis.
Kemudian bagaimana pandangan ustadz mengenai kriteria Universitas Islam yang ideal ?
Universitas yang ideal menurut saya harus bisa menempatkan mana ilmu yang fardhu ‘ain mana ilmu yang fardhu kifaya, jadi ilmu secara garis besar ada ilmu yanfa’ dan la yanfa’. Jadi ilmu la yanfa’ itu tidak perlu diajarkan , kalau orang mau belajar sendiri ya terserah, dan ilmu yanfa’ ini adal dua ada yang fardhu ‘ain ada yang fardhu kifayah, kalau namanya fardhu mesti diajarkan, nah universitas ideal itu yang lulusannya mengerti kedudukan ilmunya, jadi ketika dia lulus dari perguruan tinggi dan menjadi ilmuwan, dia mengerti tugas dan peranannya sesuai dengan jenis ilmu yang dia tekuni, yang mengacu kepad nilai nilai epistimologi Islam. Cuman itu belum bisa terwujud seratus persen, banyak ilmuwan kita beragama Islam, sholat, haji, umroh, zakat, puasa, tapi tidak mengerti sistem Islam, epistimologi Islam, karena mereka lulusan sekolah barat ataupun lulusan dalam negeri yang kerangka berfikirnya dari barat. Jadi mahasiswa ini berlajar kepada dosen, kan dosennya itu dulu mahasiswa yang diajarkan oleh dosennya juga, yang ujung ujungnya sanadnya sampai ke orang Belanda, kalau kita lihat sejarahnya Universita Indonesia, adalah gabungan dari dua sekolah tinggi, kedokteran dan hukum, yang didirikan oleh orang orang Belanda, juga ITB, asalnya itu sekolah tinggi ilmu tehnik. Jadi angka itu terus turun temurun. Mungkin beginilah cara Allah  memberi ujian, tantangan sekaligus kesempatan. Dalam istilah bahas inggris, Challenge is opportunity , t
antangan itu adalah kesempatan, rintangan itu adalah peluang. Sehingga kalau kita anggap sebai problem, mungkin kita akan mundur, kalau kita fikir sebagai tantangan, kita akan berfikir bagaimana cara mengatasinya . Nabi Musa itu disuruh untuk menghadapi Fir’aun, Fir’aun itu tantangan, Nabi Musa harus bisa mengatasi, Nabi Muhammad juga diberi tantangan Abu Lahab, Abu Jahl.
Kemudian bagaimana pendapat ustadz dengan Pesantren, apa yang perlu dikembangkan ?
Saya rasa, kalau cita-citanya , visi misinya sudah sesuai, hanya mungkin kalau ada yang perlu dikembangkan itu adalah  perluasan wawasan, bagaimana ilmu ilmu yang dipelajari itu bisa dimamfaatkan dan disebarluaskan dengan bahasa kontemporer, dan bagaimana ilmu ilmu yang dipelajari itu bisa menjawab pertanyaan pertanyaan zaman sekarang, persoalan persoalan yang dialami umat Islam hari in. Kita belajar tasawuf, dibahasakan dan dimamfaatkan oleh orang orang dan bisa digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh umat manusia. Jadi kalau belajar tasawuf harus juga belajar psikologi modern, belajar fiqh mesti belajar ekonomi modern yang berbicara tentang marketing, perbankan sistem moneter, pengelolaan pajak. Belajar fiqh sudah khatam, tapi tidak bisa membahasakan kepada praktisi prakisi seperti menteri ekonomi dan industry, karena tidak diajarkan dan tidak mempelajari. Itulah  yang kita harapkan dari perguruan tinggi Islam, itu hanya contoh, begitu juga belajar ilmu hadis, mahasiswa juga harus belajar ilmu sejarah kontemporer, metodologi ilmu sejarah dan pendekatan penelitian sejarah, sekarang ini kan seperti di UNAIR, UGM, ada Departemen Sejarah mereka tidak ngerti ilmu hadist. Di kampus Islam, ada Qismu Hadist wa Ulumihi, tapi belum paham sebenarnya ilmu hadis itu bukan hadist, ilmu hadist itu sebenarnya ilmu sejarah , cuman ini kenapa ada dua tempat yang berbeda dan satu sama lain saling tidak mengerti, ini sama dengan ahli fiqh dan ahli ekonomi, jadi ini yang harus diupayakan. Cuman masalahnya guru besar yang belajar ke Amerika contohnya tidak bisa bahasa arab, jadi tidak bisa mewarnai ilmunya dengan nilai nilai Islam, begitu sebaliknya ahli fiqh tidak ngerti ilmu ekonomi, nah ini yang harus diupayakan dalam perguruan tinggi Islam, itulah yang mesti dirumuskan dan dipikirkan bagaiman caranya.
Pesan antum untuk para mahasiswa santri DALWA ?
Tentu harapan saya sangat besar kepada santri dan mahasiswa disini, karena mereka dekat dengan sumber agama, mereka memiliki akses langsung melalui ulama ahlul bai. Jadi itu adalah potensi, kemudian mereka menguasai bahasa arab, dan khazanah keilmuwan turats, harapan saya mudah mudahan dimasa yang akan datang , mahasiswa dan dosen di Dalwa ini  bisa mewujudkan Universitas Islam yang dapat memberikan pencerahan dan menjawab persoalan persoalan umat di masa yang akan datang, tidak hanya menjwab persoalan umat, tapi menyelesaikan persoalan umat, mudah mudahan apa yang kita cita-citakan bersama yaitu supaya Agama Allah, risalah yang dibawa oleh Rasulullah ini  dapat ditegakkan, dipertahankan dan dirasakan oleh umat manusia di muka bumi ini.

admin dalwaberita.com
Media Informasi dan Berita Terpercaya Seputar Ponpes Dalwa

Melihat Geliat Diskusi Mahasiswa IAI Dalwa, UKM Fokus; Ujung Tombak Diskusi Para Mahasiswa | lpm dalwa | dalwa

Previous article

Dalwa Bertilawah, Inovasi Al-Qudwah untuk Dalwa yang Qurani | lpm dalwa | dalwa

Next article

Comments

Leave a reply