Sebagai manusia, jalinan persahabatan harus selalu dikokohkan. Terlebih dengan sesama muslim, karena saudara sesungguhnya adalah saudara yang seiman. Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah beriman diantara kalian, hingga kalian mencintai saudaranya sebagaimana kalian mencintai diri sendiri.
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam tidaklah hanya sekedar berkata tanpa ada realisasi yang nyata, beliau adalah sebaik-baiknya teladan dalam hal apapun, termasuk dalam persahabatan.
Diceritakan di dalam kitab Fawaid Al Mukhtarah, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah masuk di semak belukar, lalu beliau memetik dua potong kayu siwak, yang satu bengkok dan yang lainnya lurus. Ketika itu salah satu dari sahabat beliau ada yang sedang bersamanya, maka Rosulullah pun memberikan siwak yang lurus kepadanya dan menyimpan siwak yang bengkok untuk dirinya sendiri. Maka sahabat berkata, “Wahai Rosulullah, engkau lebih berhak dengan siwak yang lurus ini daripadaku.”Beliaupun menjawab, “Tidak seorangpun yang pernah bersahabat dengan seseorang walaupun hanya sesaat dalam siang hari, kecuali ia akan ditanya mengenai persahabatannya itu, apakah dalam persahabatan itu telah ia penuhi hak-hak Allah atau ia malah mengabaikannya?”
Dengan teladan beliau yang sangat memuliakan sahabatnya, mendahulukan hak sahabat daripada dirinya, maka hal tersebut menjadi budaya yang baik dan banyak ditiru oleh para sahabat yang lain. Lihatlah ketika penduduk Makkah hijrah ke kota Madinah, lalu penduduk Madinah (Kaum Anshar) memberikan separuh hartanya untuk kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Makkah).
Saat itu, kaum Anshar memiliki ghonimah (harta yang didapat saat perang) yang banyak karena usai perang, lalu Rosulullah meminta agar kaum Anshar memberikan seluruh ghonimah itu pada kaum Muhajirin, agar nanti kaum Anshar tidak usah memberi/membagikan hartanya lagi.
Maka kaum Anshar berkata, “Ya Rasulallah, jika ghonimah ini dipinta, silahkan kami berikan semuanya. Tapi kami tetap akan membagi harta kami untuk saudara kami Muhajirin.”
Sungguh indah akhlak mereka pada saudaranya, saling mengasihani dan membantu satu sama lain. Bukan malah saling berebut, berlomba untuk memiliki harta yang banyak, tanpa memandang saudara yang sedang kesusahan.
Teladan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam tidak berakhir pada masanya saja. Budaya positif ini terus menerus dilakukan oleh orang-orang yang mengikutinya. Salah satu akhlak terpuji itu tertanam pada diri Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi.
Suatu waktu, Habib Ali Al Habsyi didatangi oleh orang badui. Orang badui itu mengeluh ingin segera menikah, tetapi ia tidak punya harta. Sedangkan saat itu, Habib Ali Al Habsyi pun sama-sama tidak memiliki harta yang banyak. Beliau menyuruh orang badui itu untuk kembali lagi beberapa hari setelah ia mempunyai uang, agar bisa dibantu.
Lalu orang badui itu melihat permadani di rumahnya Habib Ali, dia pun berkata, “Wahai Habib, permadani itu bagus. Bagaimana jika permadani itu dijual dan uangnya untukku?”
Habib Ali berkata dengan sangat senang, “Silakan jual permadani itu untukmu.”
Lalu orang badui itu menjualnya dan dibeli oleh orang kaya. Orang kaya itu membeli permadani yang sangat bagus untuk diberikan kepada Habib Ali Al Habsyi. Sehingga inilah yang disebutkan bahwa menolong orang lain tidak akan pernah rugi.
Begitulah akhlak orang-orang sholeh pada saudaranya. Imam Al Ghozali berkata, “Allah akan memperlakukan hamba-hambaNya di akhirat seperti perlakuan mereka pada saudara-saudaranya.” Lalu, masihkah kita menutup diri untuk memberikan yang terbaik pada saudara sesama muslim?
Comments