CerpenKolomRangga

Seekor Katak yang Sakit

0

Kala embun pagi masih setia mewarnai pagi. Desiran suara air bergemuruh mengalir ke hilir. Aktivitas hutan mulai ramai diisi oleh para hewan yang sibuk ke urusannya masing-masing.

Tak jauh dari sungai, pusat segala kegiatan makhluk hutan. Tepatnya di dalam sebuah batok kelapa kering yang tak ada lagi isinya.

Berbaring seekor katak yang lusuh. Wajah tirus nan memar semakin memperlihatkan keadaannya. Tak ada lagi nyanyian yang ia biasa gaungkan sepanjang pagi. Kini hanya mata merah dan suara memelas lirih, tercipta dari badan katak itu.

Seekor ikan gabus mendekat ke daratan, memandang bingung ke arah batok kelapa kering tadi. Sebenarnya ia hanya lewat dan ingin pergi ke salah satu sudut sungai di hilir. Tapi suara memelas katak, membuatnya ingin berhenti sejenak. Memastikan keadaan hewan amfibi tersebut.

“Hei katak, ada apa denganmu? Kau sakit?” Tanya Ikan Gabus, sambil menggoyang-goyangkan ekornya. “Bukankah hari ini jadwalmu menikam hewan-hewan kecil yang kau temui di air dan darat?” Imbuh si Ikan, sambil tetap menggoyang-goyangkan ekor dan juga siripnya.

“Aduh, wahai Ikan. Bisakah kau tak menggangguku hari ini. Badanku penuh rasa sakit.” Dengan suara yang hampir tak terdengar, Katak berusaha memelas ke Ikan Gabus.

“Aku hanya ingin membantumu wahai Katak! Siapa tau, kau ingin curhat kepadaku?” Jelas Ikan Gabus dengan goyangan ekor dan siripnya yang hampir bersamaan.

Akhirnya si Katak bersedia tuk menceritakan, sebab musabab sakitnya seluruh badan hewan Amfibi itu.

                          ****************

“Nah, akhirnya aku bisa makan kenyang juga di gubuk ini.” Hari itu si Katak tertawa puas, sebab setelah seharian ia berkeliling mencari sumber makanan di sekitar hutan. Ia akhirnya mendapatkan sebuah sumber beragam makanan favoritnya.

Sebenarnya Hutan sendiri, sudah menyiapkan beragam makanan dan pelayanan kepada seluruh penghuninya. Monyet dengan pisang, kelelawar dengan mangga, dan hewan-hewan buas dengan target tikamannya. Tapi seperti yang kalian tahu. Katak adalah hewan amfibi yang rakus dalam hal makanan. Tak tanggung-tanggung apa yang ada di daratan maupun di lingkungan sungai ia embat semuanya.

Sampai hari itu tiba, si Katak yang sudah bosan dengan beragam makanan dari hutan. Akhirnya ia berencana mengelilingi hutan besar itu. Sampai ia melihat sebuah gubuk kecil, di pinggiran hutan. Tampak kosong memang, karena tanpa sepengetahuan si Katak, pemilik gubuk itu sedang mencari kayu bakar di tengah hutan, setiap paginya. Dan pulang ketika lazuardi berwarna jingga kekuningan.

Dalam gubuk itu, beragam hewan serangga menempati beberapa ruas lokasi. Mulai dari depan gubuk, belakang, sampai setiap sudut di penuhi warna warni hewan beruas-ruas tersebut.

Hari itu si Katak sangat puas dan kenyang tak terhinggga. Sampai ia mendatangi tempat itu setiap harinya. Hingga suatu ketika, si Katak datang terlambat. Yang seharusnya ia tiba di gubuk tadi ketika matahari masih setia menggantung di kaki langit.

Kini ia muncul saat mentari sudah lenyap di ujung bumi. Gelap menyelimuti suasana gubuk. Ia terlambat sebab memuaskan nafsu makannya ke kawanan serangga kecil yang sedang beristirahat di bawah pohon rindang, pertengahan jalan menuju kemari. Walaupun begitu si Katak masih tetap berdiri di kerakusannya. Ia tak ingin jatahnya hari ini diambil oleh hewan lain. Padahal ia baru saja makan lahap di tengah jalan.

Namun, apa hendak dikata. Katak tetaplah katak. Dengan senyum sumringah, ia melompat riang menuju gubuk kecil yang sedikit bersinar diterangi sebuah lampu pijar.

Tetapi tanpa perhitungan si Katak sebelumnya. Ternyata anak dari pemilik gubuk itu, melihat kehadirannya. Dan tanpa berpikir panjang anak gadis itu langsung menyambarkan sebuah kayu ranting panjang ke punggung si Katak.

“Ahh… Bapaaak! Adik takut sama kataak!” Teriakan menggelegar keluar dari mulut anak itu, sambil tetap menghadiahkan pukulannya ke tubuh Katak. Dengan jantung yang ketakutan disertai rasa kaget, si Katak berusaha kabur dengan tenaga yang tersisa. Ia melompat, melompat, dan terus melompat menjahui gubuk kecil itu.

“Sialnya aku. Aku tak akan lagi melihatmu wahai gubuk, lumbung makananku!” Sambil terus mengumpat di dalam hatinya. Si katak terus melompat dengan gelagapan.

Menyusuri malamnya hutan yang rimbun.

Sampai di tempat tinggalnya, di sebuah batok kelapa kering tak berisi, tepat bersebrangan dengan sungai. Ia berbaring penuh kesakitan mengusap punggungnya yang perih, setelah dimakan pukulan kayu anak gubuk.

                     **********************

“Ough. Itu salahmu juga wahai Katak! Tak menasehati sedikitpun, aku hanya mengingatkan. Tuhan kita sudah menciptakan hutan ini sebagai Ibu dan Bapak kita. Maksudnya yah, apa yang ada di hutan ini, syukurilah! Walaupun hanya itu-itu saja. Tapi tetaplah berjalan sesuai kehendak Tuhan. Jangan mengada-ada lagi sebab kerakusanmu!” Dengan tetap memasang wajah kasihan dan ekor serta sirip yang terus ia goyangkan. Ikan gabus mencoba mengingatkan teman hewannya tersebut.

“Sudahlah ikan gabus! Pergi dari sini! Hidupku, yah hidupku. Tak usah kau campuri! Bila aku sakit, maka aku sendiri yang merasakan, bukan kamu!” Jawab Katak dengan penuh kesombongan dan egois. Tak sedikitpun ia merasa berterimakasih kepada ikan Gabus yang sudah mengasihaninya.

“Baiklah. Toh aku hanya mengingatkanmu selagi ku bisa. Namun, memang benar sebuah perkataan, Katak tetaplah Katak. Mau kau jadikan ia semacam ikan pun, ia tetap bediri di atas ke-katak-an nya”. Sambil menjauhi daratan, ikan Gabus kembali melanjutkan perjalanannya ke salah satu sudut di hilir sungai. Meninggalkan si Katak yang masih meringis, menikmati keangkuhan dan rasa tamaknya sendiri.

admin dalwaberita.com
Media Informasi dan Berita Terpercaya Seputar Ponpes Dalwa

Sukses? Lihatlah Adabmu Pada Gurumu

Previous article

INFORMASI KEPULANGAN SANTRI LAMA KEPONDOK DAN PENDAFTARAN CALON SANTRI BARU

Next article

Comments

Leave a reply