Banyak orang yang begitu senang dan bahagia dengan kesuksesan yang ia raih. Ilmu yang didapatinya menjadikan diri tersebut terangkat derajat dan kehormatannya di hadapan manusia. Bahkan bukan hanya di mata manusia saja, ia menjadi orang yang taat pada agama dengan keberkahan ilmunya. Sebesar atau sekecil apapun kesuksesan seseorang, tidakkah sadar bahwa ada sosok mulia yang telah berjasa atas hal tersebut?
Keberhasilan seseorang dalam meraih cita-citanya tidak akan lepas dari jasa seorang guru. Baik keberhasilan duniawi maupun ukhrowi. Dengan giatnya mendidik seorang murid, maka lahirlah orang orang hebat di sana. Semua berasal dari kebodohan yang terselamatkan oleh jerih payah guru dalam mendidik dan mengajar.
Peranan guru dalam seseorang sangatlah penting, walaupun orang itu sudah sangat cerdas. Sebab sepandai apapun manusia, ia hanya bisa melihat aib orang lain. Sedangkan untuk melihat aib dirinya sangatlah sulit. Sebagaimana kita merasa jijik pada dahak orang lain, padahal dahak yang serupa ada pada diri kita. Maka dengan washilah guru, seseorang dapat mengetahui apa yang ia tidak ketahui.
Dalam kitab Fawaidul Mukhtaroh dijelaskan bahwa orang tua itu ada tiga, yang pertama orang tua yang telah melahirkan, kedua orang tua dari pasangan halal (mertua), ketiga orang tua yang telah mengajarkan ilmu (guru), dan yang terakhir itulah yang paling utama.
Sebagian ulama berkata, “Hak seorang guru dan pengajar lebih kuat daripada hak ayah, karena ayah hanya menjaga anak dari bahaya yang akan terjadi pada badan dan dunianya serta mencari sebab yang bisa memberikan ketenangan dan kenikmatan pada diri anaknya dari kehidupan dunianya. Sedangkan guru dan pengajar ialah yang mengajarinya dan memberi petunjuk kepadanya, menjaganya dari sesuatu yang membahayakan dirinya di akhiratnya. Mereka berdua menjadi sebab sampainya ia pada surga dan kenikmatan yang abadi serta keberuntungan bertemu Allah yang mana itu adalah puncak segala kebahagiaan dan yang paling agung”.
Kemudian dijelaskan juga oleh ulama bahwa pengasuh jiwa lebih utama daripada pengasuh fisik. Akan tetapi bila pengasuh fisik sekaligus menjadi pengasuh jiwa, maka itu yang lebih mulia.
Oleh karena itu, sampai kapanpun seorang anak tetaplah anak di dahapan orang tuanya. Murid tetaplah murid di hadapan gurunya. Maka sebagai seorang murid, jadilah murid yang taat pada guru dan beradablah kepadanya. Imam Ali bin Hasan Al-Atthos berkata, “Sesungguhnya perolehan ilmu, terbukanya hati dan cahaya itu berdasarkan ukuran adab seorang murid pada gurunya. Besarnya adab yang ada pada dirimu, tidak diragukan lagi, sebesar itulah kedudukanmu di sisi Allah”.
Di antara adab murid kepada seorang guru adalah melihatnya dengan pandangan penuh hormat. Jangan sampai memandang guru dari sisi keburukannya sebab itu akan membuat seorang murid tidak mendapatkan ilmu. Kalaupun dapat maka akan sedikit sekali dan tidak bermanfaat.
Lihatlah Imam Nawawi, apabila keluar untuk belajar dan membaca di hadapan gurunya, beliau bersedekah di jalan semampunya dan berdoa, “Ya Allah, tutuplah dariku aib guruku hingga mataku tidak melihat kekurangannya dan tidak ada seorangpun yang menyampaikan aib itu padaku”.
Pada contoh lain dari kalangan para salaf, mereka tidak ingin berludah ke suatu arah yang mana gurunya berada di arah tersebut. Mereka pun senantiasa diam dari perkataan yang baik saat berada di majlis gurunya kecuali jika disuruh dan ia menemukan kesempatan dari guru.
Begitulah orang-orang yang berhasil, ilmunya banyak dan berkah karena beradab pada gurunya. Berbeda jika murid tidak beradab pada guru, atau bahkan malah menyakiti hati guru, maka dipastikan ilmunya tidak akan bermanfaat.
Habib Ali bin Hasan Baharun, menukil dari gurunya Habib Zein bin Ibrahim bin Smith, bahwa sesuatu yang paling membahayakan bagi murid adalah perubahan hati sang guru menjadi tidak suka padanya, walaupun setelah itu berkumpul semua masyaikh dari barat dan timur untuk memperbaikinya, maka tidak akan mampu untuk memperbaikinya sampai guru itu ridlo kepadanya.
Bahkan Abu Sahl As-Shu’ki berkata, “Durhaka pada orang tua bisa dihapus dengan taubat, dan durhaka kepada guru tidak ada satupun yang dapat menghapusnya”.
Maka dari itu, mari sama-sama untuk memperbaiki diri agar tetap menjaga adab pada guru, karena ia merupakan sosok yang sangat berjasa atas kehidupan kita, sehingga kita bisa mendapatkan ilmu yang berkah dan bermanfaat.Atep/red
Comments