CerpenkholidKolomKontributor

Cinta dalam Rengkuhan Pandemi

0

Andi dan Dina berencana menikah bulan depan. “InsyaAllah aku ingin ke rumahmu minggu depan, mau melamarmu”. Andi memberanikan diri berterus terang kepada Dina. Sudah sejak awal kuliah di kampus yang sama di Yogyakarta, Andi menyimpan rasa suka kepada wanita berkerudung indah itu. Andi kuliah di jurusan Fisika, sedangkan Dina mengambil jurusan Tafsir dan Ilmu al-Qur’an.

“Akhirnya..”, Dina berucap lirih. Senyum indah timbul di wajah Andi, menyaksikan hal tak terduga itu.

            “Boleh. Tapi nanti jangan lupa, keluargamu pake masker yah,  kalau datang kerumahku. patuhi protokol kesehatan, hehe” tegas Dina kepada Andi, sambil tersenyum sipu karena terlihat salah tingkah di hadapan pria idamannya itu.

Sebenarnya rencana awal, Andi ingin membawa keluarga besar saat lamaran ke rumah wanita idamannya itu. Karena masih pandemi, Dina  menyarankan agar tak usah membawa sesuatu keramaian, khawatir lamaran ini menjadi klaster baru covid-19. “Tapi bukannya keluarga yang agamis seperti keluargamu tidak percaya corona. Biasanya dibilang jangan takut covid, tapi takutlah kepada Allah”,dengan penuh keheranan Andi bertanya.

            Dina tersenyum menjawab, “ Hakekatnya memang kita tidak boleh takut kepada selain Allah, tapi Allah juga mengajarkan kita untuk berusaha kepada otoritas yang berwenang, apalagi masalah kesehatan, kita harus taat kepada apa yang dikatakan ahli epidemologi dan kedokteran”.

            “Tapi gara-gara kerumunan massa kegiatan keagamaan, muncul klaster-klaster baru pemularan covid-19”, timpal Andi.

“Tidak hanya kegiatan keagamaan ko’, banyak juga konser-konser musik yang menyebabkan masa berkerumun juga”, jawab Dina.

            Andi memang sejak awal telah antipati terhadap agama. Selama ia belajar di jurusannya, ia tidak pernah diajarkan peran agama dalam ilmu pengetahuan. Bahkan untuk menuliskan ayat suci dalam tugas perkuliahan, akan langsung tertolak, karena akan dianggap teks khutbah Jum’at, bukan karya ilmiah.

Andi ingat apa yang dikatakan dosen favoritnya Pak Noah yang mengampu mata kuliah Filsafat Ilmu, “ Di dalam dunia tanpa kematian – agama-agama seperti Kristen, Islam, dan Hindu akan kehilangan maknanya. Dalam sejarahnya, pikiran terbaik manusia paling banyak disibukkan oleh upaya pemberian makan terhadap kematian, alih-alih untuk mengalahkannya”.

Andi memang selama kuliah diajarkan bahwa sainslah satu-satunya kebenaran ilmiah yang bisa dirujuk. Sains yang ada saat ini telah membuktikan perannya sebagai pembela garda terdepan dalam melawan Covid-19. Semua orang mengikuti perkataan dan nasehat para saintis. Andi melihat bahwa agama tidak punya ruang lagi untuk membimbing manusia kepada hakekat kebenaran. Karena semuanya sudah diambil alih oleh sains.

“Kenapa kamu begitu mengagung-agungkan sains? Bukankah sains hanya meneliti sesuatu yang fisik saja. Sedangkan sesuatu yang metafisik tidak menjadi objek sains. Nampak kamu telah terpengaruh paham saintisme, kebenaran itu hanyalah apa yang dikatakan oleh sains!”, timpal Dina. Andi mulai mengerutkan dahi, dia menjawab “Agama sendiri dalam sejarahnya telah menunjukkan bahwa ia anti terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, Copernicus yang meruntuhkan doktrin gereja tentang matahari mengelilingi bumi saja kemudian disiksa. Jadi memaang sejak awal, agama sudah bertentangan dengan sains”.

“ Itukan sejarah agama Kristen. Agama Islam berbeda dengan agama di luar Islam baik itu Kristen, Hindu, Budha dan kepercayaan lainnya. Islam tidak memiliki sejarah kelam dengan sains. Bahkan dalam sejarahnya sendiri, Islam telah menunjukkan bahwa agama bisa menjadi inspirasi perkembangan sains. Para raja mendukung riset-riset sains. Sehingga tidak aneh jika banyak tokoh tokoh saintis dari dunia Islam seperti Ibn Sina, Ibn Firna, Ibn Haytsam, Al-Khawarizmi, dan sebagainya. Mereka semua adalah muslim dan saintis sekaligus. Kajian mereka tidak pernah menafikan adanya Tuhan. Karena di saat mereka melakukan penelitian, mereka masih berpegang pada worldview Islam”, Dina juga mulai serius berdiskusi dengan calon suaminya itu.

“Apa yang kamu maksud dengan worldview Islam?” tanya Andi.

“Worldview Islam adalah cara pandang Islam dalam melihat realitas dan kebenaran. Setiap peradaban memiliki cara pandangnya masing-masing yang tidak mungkin bersatu. Sederhananya worldview itu terdiri dari ragam konsep kunci yang menjadi motor penggerak pikiran kita dalam menyimpulkan sesuatu. Konsep kunci itu seperti konsep Tuhan, Agama, Wahyu, Nabi, Ilmu, Kebebasan, Kebahagiaan dan sebagainya.” Tutur Dina yang melihat Andi semakin serius mendengarkan penjelasannya.

“Bisakah kamu memberikan contoh dari perbedaan worldview itu?”. Tanya Andi

“ Misal mengenai konsep Tuhan, Kamu selama ini belajar sains tentu tidak pernah dikaitkan dengan peran Tuhan. Karena sains yang menghegemoni selama ini adalah sains Barat yang sekularistik bahkan ateistik. Sekular maksudnya bahwa agama dipisahkan dari ilmu pengetahuan. Kebenaran Ilmu pengetahuan berbeda dengan kebenaran agama. Bahkan golongan yang esktrim yang anti Tuhan seperti Charles Darwin, Karl Marx, August Comte, Feuerbach dan sebagainya akan berkesimpulan bahwa alam semesta ini ada dengan sendirinya. Sedangkan dalam Islam, alam semester ini adalah tanda semata. Tanda adalah suatu petunjuk kepada yang dituju. Dan yang dituju adalah Allah swt. Jadi alam ini sebagai tanda akan kekuasaan dan kemahabesaran Allah swt. Disini menjadi jelas perbedaan worldview tersebut “ Dina semakin bersemangat.

“ Benar apa kata kamu Din, selama ini aku tidak pernah diajarkan beginian. Beruntung aku bisa bertemu orang sepertimu. Semoga nanti kita bisa lanjutkan diskusi ini. Menarik sekali bagiku” sahut Andi.

“Iya, memang selama ini para mahasiswa yang kuliah dijurusan sains, tidak banyak yang mendalam Filsafat Sains atau Sejarah Sains. Mereka langsung belajar ilmu terapannya. Padahal setiap ilmu itu punya asumsi-asumsi dasar”, pungkas Dina.

“Ya sudah, aku pulang dulu, mau siap-siap lamaran, hehehe”, kata Andi

“Salam sama keluarga besarmu, aku menunggu kepastian kabar tanggal lamaranmu” jawab Dina sambil tersenyum.

“Siap. Wanita memang perlu kepastian!” tutup Andi yang sudah berdiri ingin pulang.

admin dalwaberita.com
Media Informasi dan Berita Terpercaya Seputar Ponpes Dalwa

Momen 12 Rabiul Awal, Langkah Pertama Menuju Kejayaan

Previous article

Sukses? Lihatlah Adabmu Pada Gurumu

Next article

Comments

Leave a reply