KontributorOpiniRedaksi

Apakah Keberagaman Faktor Penghambat Kemajuan Indonesia?

0

Negara kita, Indonesia adalah negara yang berbeda serta spesial dibandingkan dengan negara yang lain. Baik itu dari sisi geografis, kewarganegaraan, kebudayaan dan lain-lain. Bentuk negara kita yang terdiri dari kepulauan bisa menggambarkan bagaimana keberagaman berbagai macam setiap pulaunya. Keanekaragaman negara kita bukan hanya dari segi budaya akan tetapi juga meliputi segi ras, budaya, etnik, suku dan agama.

Bangsa Indonesia didalamnya mempertahankan persatuan memerlukan effort lebih besar dibandingkan dengan negara lain yang warga negaranya relatif sama. Sehingga dibentuklah semboyan Bangsa Indonesia yang berbunyi ‘Bhineka Tunggal Ika’. Dan setelah merdekanya Indonesia terlahirlah Pancasila sehingga menciptakan masyarakat yang khidmat, beradil dan beradab dibawah naungan persatuan, permusyawaratan dan berdasarkan iman kepada tuhan Yang Maha Esa.

Di masa reformasi ini bangsa kita tak pernah terselesaikan oleh pertikaian antara beberapa kelompok yang masalahnya tak mencangkup kecuali sekitar perbedaan pendapat, perbedaan kepentingan dan fanatik berlebihan. Padahal masalah-masalah tersebut bisa diselesaikan dengan memahami satu sama lain dan mengadakan perundingan yang sehat.

Penulis berfikir, semua perbedaan dan keberagaman yang memang telah menjadi jati diri bangsa Indonesia, seakan menjadi dinding penghalang untuk maju selangkah kedepan dari yang sebelumnya. Dan apakah yang terjadi jika bangsa Indonesia menghilangkan sifat keberagaman dan menjadi bangsa homogen?

Sejatinya, kita tidak mungkin hidup dalam satu agama, satu ras, satu suku, satu etnik dan satu bangsa karena hal tersebut menyalahi kebiasaaan hidup. Selain itu, juga tidak dikehendaki Allah ta’ala sesuai yang tercantum dalam Al-Quran, Surah Hud ayat 118

وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلَا يَزَالُوْنَ مُخْتَلِفِيْنَۙ ۝١١٨

“Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia akan menjadikan manusia umat yang satu. Namun, mereka senantiasa berselisih (dalam urusan agama),”

Oleh karena itu sebagai bangsa yang relatif berbeda penting nampaknya untuk menguat persatuan, kesatuan dan saling menghormati bersamaan dengan pengamalan Pancasila dikehidupan sehari-hari. Selain itu bagaimana kita bisa menumbuhkan persaudaraan lewat khazanah pemikiran Islam yang disebut bagaimana masyarakat madani. Menisbatkan pada masa kepemimpinan Rasulullah di Madinah yang membentuk pola pikir masyarakat yang mencintai prinsip-prinsip musyawarah, keadilan dan keterbukaan dalam hidup.

Sosok Nabi dalam memimpin wilayahnya merupakan contoh spektakuler dari tokoh yang populer dan sesuai dengan keadaan bangsa kita yang beragam dari bagaimana beliau mempersaudarakan sahabat Muhajirin dan Anshar mendamaikan serta mempersaudarakan bani Aus antara bani Khazraj dan bagaimana beliau membentuk piagam Madinah yang tidak memberatkan belah pihak manapun.

Perubahan bangsa ini tidak memerlukan pemimpin revolusioner karena kaidah teori mengandaikan bahwa ‘asas hidup bersama tidak tumbuh kecuali dengan komitmen bersama’. Maka kewajiban ini diperuntukan untuk semua rakyat sebagaimana khalifah di muka bumi ini secara umum dan untuk penuntut ilmu telah mendalami sunnah Nabi, suluk Nabi, adat Nabi dan manajemen kehidupan Nabi. Sehingga tinggal kita bagi untuk menyebarkan manhaj sunnah Nabi dan menyampaikan betapa penting persaudaraan universal melalui peradaban masyarakat madani.

Dan pada akhirnya semoga opini ini bisa membangkitkan rasa cinta ukhuwah wathaniyah dan menciptakan persatuan dan mempersaudarakan diantara kita di balik latar  belakang yang berbeda akan tetap bertahan dalam keberagaman.Ahmad Najwan/red.

admin dalwaberita.com
Media Informasi dan Berita Terpercaya Seputar Ponpes Dalwa

Kunjungan ke-2 Prof. Dr. Alawi bin Hamid bin Syihabuddin ke Ponpes Dalwa.

Previous article

Wawancara Ekslusif Bersama Habib Alwi Bin Syihabuddin, Ini Kesan dan Harapan Beliau

Next article

Comments

Leave a reply