KolomOpini

Menjadi Mahasiswa yang Benar-Benar ‘Maha’

0

Institut Agama Islam Darullughah Wadda’wah adalah Pendidikan Tinggi dibawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah. Meskipun baru seumur jagung, IAI Dalwa mengalami peningkatan yang cukup pesat, setelah proses transformasi status dari Sekolah Tinggi ke Institut, dilanjutkan dengan peningkatan jenjang dari program sarjana ke pascasarjana dan yang terakhir ke program doktoral, hingga peraihan gelar doktor Habib Segaf Baharun selaku Rektor dengan predikat cumlaude.
Jerih payah yang dilakukan oleh para dosen dan rektorat perlu disyukuri, apalagi pendiri jamiah ini yaitu Abuya Hasan Baharun. Beliau bolak balik menghadap pihak Kopertais di Surabaya untuk mendirikan jamiah ini, cacian pun diterima beliau, karena saking diremehkannya Abuya oleh pihak Kopertais waktu itu, disaat abuya menghadap pihak Kopertais, Abuya dianggap mau mendirikan SMA kelas IV. Tapi waktu telah menjawab, IAI Dalwa bisa eksis hingga sekarang, bahkan kalau dibandingkan dengan perguruan tinggi pesantren yang lain, IAI Dalwa adalah yang tercepat dalam segi kualitas dan kuantitasnya.
Posisi jamiah di pondok ini sebagai pelengkap atau wasilah dakwah, bukan sebagai ghoyah atau tujuan. Diniyah tetap menjadi acuan utama yang harus lebih diperhatikan daripada jami’ah. Karena zaman menuntut para pendakwah untuk memiliki gelar akademis. Masyarakat akan berbeda pandangan melihat pendakwah yang bertitel dengan yang tidak bertitel, mereka akan lebih memuliakan pendakwah yang titelnya lebih panjang daripada yang tidak bertitel, meskipun pola piker seperti ini tidak baik, karena yang harus menjadi tolak ukur bukanlah titel tapi seberapa ilmu dan amal si pendakwah tersebut.
Dengan melihat peningkatan tersebut, tentu ada beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki bersama. Dalam tulisan ini, penulis bermaksud untuk merefleksikan kembali sistematika proses belajar mengajar di jami’ah ini, bukan bermaksud untuk mengkritik tapi untuk memberikan solusi dari beberapa keganjalan yang penulis alami selama mengikuti perkuliahan di jami’ah ini, semoga bisa menjadi refleksi bersama.

Pertama, jika memang jamiah di pondok ini sebagai pelengkap, alangkah baiknya jika beberapa materi yang sekiranya tidak terlalu dibutuhkan itu dikurangi, seperti mata kuliah kewarganegaraan. Selain itu, mata kuliah yang sekiranya sudah diajari di diniyah seperti Al-Qur’an, Hadist, Musthalah Hadist, Fiqh, Tauhid dll tidak perlu lagi diajari di kelas jam’iah. Hal ini untuk mengurangi waktu perkuliahan yang kadang membuat para mahasiswa harus menguras tenaga setelah paginya masuk kelas diniyah.
Kedua, setelah beberapa materi diatas dihapus, kiranya perlu diisi dengan mata kuliah yang lebih mengarah kepada peningkatan skill terkhusus skill menulis. Alangkah baiknya para mahasiswa diajari mulai dari cara menulis yang paling dasar hingga cara menulis yang paling rumit seperti karya ilmiah. Sehingga disaat mereka menerima tugas membuat makalah hingga skripsi, mereka telah mendapatkan ilmu menulis yang lebih matang. Karena mata kuliah menulis saat ini menurut penulis belum memiliki efek yang besar.
Ketiga, alangkah baiknya jika metode mengajar dengan ceramah diganti dengan metode diskusi, dosen menyiapkan materi selama setahun dengan buku atau makalah, kemudian diberikan kepada mahasiswa untuk di photo copy dan setiap mahasiswa punya giliran untuk presentasi, dengan cara ini mahasiswa punya bahan  bacaan yang diberi dosen, serta memaksa para mahasiswa untuk membaca. Dan pada akhirnya dengan banyaknya bacaan, mahasiswa bisa meningkatkan kualitas tulisannya nanti ketika mata kuliah kepenulisan.
Keempat, kalau memang mata kuliah seperti Al-Qur’an, Hadist, Musthalah, Fiqh dll tetap diadakan, alangkah baiknya jika lebih diarahkan kepada mata kuliah yang lebih mengarah kepada jawaban terhadap tantangan kontemporer seperti mata kuliah Tantangan Ilmu Qur’an di Era Kontemporer, Tantangan Ilmu Musthalah Hadis di Era Kontemporer dll. Mengingat kerasnya upaya para orientalis menghancurkan Islam dengan merubah beberapa konsep-konsep ilmu dalam Islam.
Dari semua masukan diatas, mustahil kiranya akan berefek terhadap kualitas mahasiswa jika mahasiswanya sendiri tidak memiliki himmah untuk belajar, maka disini penulis bermaksud untuk mengajak seluruh mahasiswa untuk lebih giat lagi mengikuti beberapa kegiatan yang diagendakan oleh pihak jam’iah baik kegiatan akademis maupun non-akademis. Ada beberapa point yang ingin penulis sampaikan disini.
Pertama, bahwa titel yang kita miliki nantinya, akan diminta pertanggung jawaban oleh masyarakat nantinya, sebuah titel akan menunjukkan seberapa besar kualitas akademis kita. Maka, mumpung belum terlambat, tingkatkan ilmu dan pengalaman tentang kejamiahan, dengan cara memperbanyak bacaan, dan melatih diri untuk menulis sebanyak-banyaknya. Karena kualitas akademis seseorang dilihat dari seberapa ilmiah tulisan seseorang, dan tulisan yang baik bisa diraih dengan banyak membaca dan sering menulis.
Kedua, aktiflah berorganisasi, ikutilah berbagai organisasi yang ada di jamiah seperti BEM, HMJ, UKM, BSO, LPM atau berbagai kepanitian yang dihandle oleh jami’ah, karena dengan aktif di organisasi kita bisa meningkatkan rasa kepedulian, kepemimpinan, kemampuan komunikasi dan lain sebagainya. Sehingga kesan negatif kalau kita di jamiah hanya belajar menggunakan mi’thaf (almamater) beralih kepada kesan positif bahwa kita benar-benar kuliah layaknya seorang maha-siswa yang dikenal ke’maha’annya dengan ilmu dan amalnya.

admin dalwaberita.com
Media Informasi dan Berita Terpercaya Seputar Ponpes Dalwa

Gaung Shalawat dari Bumi Dalwa untuk Sang Nabi

Previous article

Melihat Geliat Diskusi Mahasiswa IAI Dalwa, UKM Fokus; Ujung Tombak Diskusi Para Mahasiswa | lpm dalwa | dalwa

Next article

Comments

Leave a reply