AtepKolomOpini

Pengalaman Karantina Di Pondok Pesantren Menghindari Corona

0

Beberapa bulan lalu, saya menelpon keluarga di Bandung, mereka mengkhawatirkan saya karena virus Corona yang berasal dari Wuhan, China kini telah sampai ke Indonesia. Maklum, yang namanya orang tua selalu mengkhawatirkan keadaan anaknya, ingin anaknya selalu dalam keadaan baik-baik saja. Apalagi kondisi saya sudah lama tidak berjumpa dengan mereka, terpisah sejauh 813 KM antara Bandung dengan Ponpes Darullughah Wadda’wah Bangil, Pasuruan, Jawa Timur.

Karena penasaran, saya cari informasi mengenai virus Corona. Di wilayah asal virus itu sendiri, menurut data statistik yang dikumpulkan oleh Johns Hopkins University, terdapat 81.285 terinfeksi Corona dan 3.287 meninggal di seluruh dunia tidak terkecuali di Indonesia.

Menurut beberapa berita yang saya terima, keadaan di luar pondok pesantren seperti terlihat begitu mencekam. Dikabarkan Rabu kemarin 25 Maret 2020, Indonesia sudah mencapai 790 orang terinfeksi Corona dan 58 orang meninggal akibat terjangkit covid-19 itu. Tentu angka tersebut akan terus bertambah apabila tidak segera diatasi dengan benar. Bahkan beberapa pejabat pun sudah ada yang terkena Covid-19 ini, seperti Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Zulfikri, dikonfirmasi positif terinfeksi virus Corona (Covid-19). Termasuk juga Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto tidak lepas dari sasaran virus ganas ini.

Mendengar berita tersebut, saya merasa Indonesia sedang benar-benar darurat. Bahkan mungkin bukan Indonesia saja, tapi dunia. Lalu bagaimana kondisi saya yang sedang menuntut ilmu di pondok pesantren?

Di tempat yang bisa dikatakan terisolasi dari dunia luar ini, saya baik-baik saja. Pasalnya, Pimpinan Ponpes Dalwa Abuya Zein bin Hasan Baharun mengambil kebijakan dengan cepat yang melindungi para santri dari pandemik Corona. untuk turut andil dalam pencegahan penyebaran covid-19. Pada awal mulanya para santri dilarang ijin keluar pondok. Namun, melihat perkembangan kasus Corona di Indonesia semakin parah, sehingga Abuya Zein mengeluarkan kebijakan untuk mencegah tersebarnya virus Corona dengan mengkarantina santri sampai keadaan benar-benar stabil.

Bagi santri sih tidak masalah, jauh sebelum Corona datang pun, para santri sudah lebih dahulu dikarantina. Namun, kali ini berbeda. Karantina tersebut bertepatan dengan bulan Sya’ban, yang mana pada bulan ini santri Dalwa sedang menunggu datangnya waktu libur puasa Ramadhan selama 50 hari. Walhasil, jika keadaan masih tetap dalam kondisi darurat pandemik Corona dan pemerintah belum bisa memastikan Indonesia benar-benar aman, saya bersama 4000 santri lain akan tetap lanjut dikarantina sampai waktu yang tidak ditentukan, dan libur akhir tahun yang sangat ditunggu-tunggu oleh para santri akan ditunda dahulu.

Jajaran Asatidzah yang biasa mengajar dari luar pondok pun dilarang memasuki pondok demi mencegah penyebaran makhluk tak kasat mata ini. Kegiatan ujian pondok yang berlangsung pun hanya mengunakan tenaga pengajar yang bermukim di kawasan pondok pesantren. Meskipun begitu, semangat para santri untuk mengerjakan soal tak berkurang sedikit pun. Alih-alih takut dengan virus Corona para santri lebih takut lagi jika tidak naik kelas atau harus libur tapi dengan syarat mengikuti ujian susulan.

Dampak yang paling terasa dari pandemik internasional ini adalah akses terbatas terhadap ketersediaan bahan pangan. Para santri sudah diisolasi dari dunia luar, distribusi makanan di koperasi makanan dari orang luar diberhentikan, unit usaha pondok lainnya yang berada di dalam pondok seperti Dalwa Mart dan Dalwa Café sebagai penyedia makanan dan jajanan santri ditutup, pembelian makanan dari luar pondok dihentikan sehingga para santri harus bersabar terlebih dahulu untuk tidak jajan beberapa waktu kedepan. Untungnya pasokan dapur untuk bahan makan sehari-hari tetap stabil.

Bahkan acara rutinan seperti Haflah (tasyakuran) akhir tahun pelajaran, acara penutupan pembacaan kitab Shohih Bukhori dan peringatan Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang harusnya dilaksanakan pada akhir bulan Rajab kemarin ditiadakan, karena mengingat kegiatan yang melibatkan banyak orang sudah dilarang.

Di luar dari pada itu, hal yang perlu dikhawtirkan oleh para santri adalah jika kondisi belum stabil dan karantina diperpanjang. Maka kemungkinan besar para santri akan menjalani bulan puasa dan Idul Fitri di dalam pondok. Yah… lebaran di dalam pondok bukan di kampung halaman bersama sanak famili.

Meski di luar pondok pesantren banyak terjadi Panic Buying, kelangkaan barang, tekanan mental dan kepanikan akibat media yang mengambil kesempatan dari wabah ini dengan mempublikasikan betapa ganas dan parahnya virus ini bukan sebaliknya. Para santri yang dikarantina tetap dalam kondisi mental yang prima dan terjaga, mereka tetap ceria ditengah-tengah himpitan pandemik Corana dan ujian akhir tahun. Salah satu kebijakan yang dibuat oleh Mudirul Ma’had sebagai alternatif hiburan penghilang suasana mencekam Corona dengan membolehkan santri untuk tetap berolahraga dan bermain bola. Kegiatan positif ini ternyata berhasil meredakan kegelisahan para santri karena tidak bisa pulang sekaligus meningkatkan imun tubuh dengan berolahraga.

Berbagai upaya juga dilakukan pondok pesantren agar menghindari penyebaran virus Corona. Seperti pemberian Hand Sanitizer di setiap gerbang masuk pondok, pengecekan suhu tubuh, penyedian westafel di lingkungan pondok lengkap dengan sabun cair anti-bakteri, penyemprotan disinfektan, pemberian Habbatussauda hingga melarang kunjungan wali santri dan Asatidzah luar pondok untuk memasuki kawasan pesantren. Wirid-wirid dan sholawat penolak musibah pun lazim dibacakan setiap harinya sebagai doa pencegah dan berharap ujian berbentuk virus ini segera hilang.

Sebagai santri yang baik, saya mentaati peraturan yang sudah ditetapkan oleh Pondok. Walaupun sudah banyak rencana untuk mengisi liburan nanti dan tiba-tiba harus sirna begitu saja karena makhluk yang tidak bisa saya lihat ini. Tapi tidak masalah, semua keputusan yang diambil adalah pertimbangan yang matang oleh pimpinan pondok. Terlebih keputusan ini merupakan kebijakan dari Abuya yang sangat mempedulikan keadaan para santrinya sama seperti anaknya sendiri. Sebagai mana yang beliau tuturkan kepada para Asatidzah, “saya memperlakukan para santri seperti perlakuan saya kepada anak sendiri.”

Walhasil, semua keputusan dari Abuya pasti yang terbaik. Diakhir tulisan, saya mengutip perkataan Ustadz Ismail Ayyub saat mengumumkan kebijakan terbaru menghadapi virus Corona “Tidak ada waktu bagi Abuya untuk tidak memikirkan kita. Abuya selalu memberikan yang terbaik untuk kita…. Bahkan saya yakin, kasih sayang Abuya pada kita melebihi kasih sayang orang tua kita. Karena Abuya memikirkan keberhasilan dan kesuksesan kita bukan hanya di dunia saja. Tapi di dunia dan di akhirat.”Atep/red.

admin dalwaberita.com
Media Informasi dan Berita Terpercaya Seputar Ponpes Dalwa

Gerakan Ponpes Dalwa Dalam Melawan Pandemi Corona

Previous article

DUNIA MEDIS DAN PENDAPAT ULAMA MENGHADAPI WABAH DI SETIAP ZAMAN

Next article

Comments

Leave a reply