Oleh: Muhammad Rizqi Hariyanto (santri Dalwa)
Ku termangu menatap senja. Bertemankan deburan ombak menghantam dinding cadas di bawah sana. Sekawanan burung imigran terlihat melintas, membentuk formasi rapi. Di bawah sana, para nelayan nampak menambatkan perahunya di bibir pantai. Mereka kembali ke rumah membawa seember ikan hasil tangkapan.
Di sudut lain, bangunan putih menjulang tinggi setia menemani. Menyala di ujungnya lampu sorot dikala malam menjelang. Menggiring kembali para nahkoda tuk merapat ke pelabuhan.
Bagiku, tak ada lukisan Tuhan yang seindah guratan jingga dikala senja menjelang. Jumawan nan elok ketika dipandang. Menandakan sang mentari hampir sempurna menghilang di peraduan. Hanyutku terbawa angan-angan. Menghayal tuk terbang mengarungi luasnya lautan. Menghayati setiap embusan angin menghantam wajah menyenangkan.
Menurutku, kebahagiaan itu sederhana. Sepertiku yang selalu menatap langit dikala senja. Seraya menatap semilir angin berembus memainkan anak rambut, sejuk ku rasa. Bosan tak sekalipun menggelayuti rasa. Bahkan tak luput seharipun dariku untuk menyempatkan sang mentari berangsur hilang di cakrawala. Selalu tentram membalut jiwa. Mengusir penat yang menguasai raga seusai kuliah.
Tugas kuliah menumpuk bagaikan gunung, ku sisihkan untuk mengayuh sepeda menuju dermaga. Letih ku rasa setelah lukisan senja terpampang di mata. Resah rasanya hatiku tatkala mata tak memandang barang sekalipun, membuat gundah tak bertepian.
Jika kau bertanya kenapa ku suka senja? Karena senja itu sederhana.
Comments