Tahun baru? Siapa yang tidak mengenal istilah tersebut? Hampir semua kalangan mengapresiasi adanya tahun baru, baik itu tahun masehi ataupun hijriyah. Namun sebagian muslim justru mengecam adanya perayaan tahun baru masehi, alasannya karena itu bukan bagian dari Islam. Sementara di sisi lain, banyak juga umat muslim yang merayakannya. Hal ini seringkali menjadi perdebatan panas yang dapat memicu perpecahan diantara umat Islam.
Hampir di setiap forum pengajian, para ustadz melarang muridnya untuk merayakan tahun baru masehi. Bahkan larangan ini sampai pada media sosial yang menjadi konsumsi publik. Para pengguna media dengan cerdasnya memposting potongan video, tulisan atau meme tentang haramnya perayaan tahun baru masehi. Tidak cukup di situ, postingan tersebut kemudian diberi caption dalil dari alquran dan Hadits Nabi SAW, lalu dikirim dengan menandai akun-akun yang berteman dengannya, walaupun dia sendiri tidak mengenalinya. Harapannya, agar umat Islam tidak terjerumus pada perbuatan yang menyerupai orang kafir. Sungguh perbuatan yang sangat mulia.
Di dunia ini, selalu ada perdebatan antara pro dan kontra. Tatkala kabar larangan itu hadir, justru tidak semua membenarkannya. Banyak sekali bantahan mengenai masalah ini. Ada yang tidak membantah, tapi dia ikut serta perayaan tahun baru masehi dengan penuh apresiasi. Mirisnya, bantahan dan kebanyakan orang yang merayakan tahun baru masehi ini adalah dari golongan umat Islam. Antara sesama saudara selalu saja ada perdebatan tak sehat yang pasti akan menjadi awal perpecahan umat.
Perayaan tahun baru masehi ini bukanlah kegiatan yang mendidik, melainkan merusak moral para pemuda. Tidak ada manfaatnya sama sekali. Di salah satu koran Tribun Timur, Bulukumba dituliskan bahwa penjualan alat kontrasepsi habis terjual dimana pembelinya didominasi oleh kaum muda. Para pemuda seolah-olah menjadikan momen ini sebagai ajang hilangnya akal sehat dengan saling memberi kemuliaan yang seharusnya diberikan kepada pasangan sejatinya, na’udzubillah. Tak terbayangkan bagaimana apabila hal seperti ini terjadi dan terus terulang setiap perayaan akhir tahun, mau dikemanakan moral pemuda-pemudi ini?
Untuk mencegah hal itu terjadi, butuh kesamaan tujuan agar dapat menjalin kerjasama antara setiap tokoh yang berperan penting tentang perubahan masyarakat, khususnya pemuda. Apabila tidak, sulit rasanya menghilangkan budaya penyakit ini yang sudah mengakar pada generasi penerus Islam. Dikhawatirkan, kelak mereka benar-benar lupa terhadap ajaran Islam yang sesungguhnya. Ini tidak boleh dibiarkan.
Oleh karena itu, hendaknya setiap diri dari manusia ini harus sadar bahwa bertambahnya tahun merupakan tanda bertambahnya umur yang tentunya mengurangi jatah hidup kita di dunia. Jika sudah sadar itulah hakikatnya, maka pergantian masa ini akan dijadikan sebagai momen merenungi kesalahan yang telah lalu, akankah kesalahan yang sama terulang lagi? Sangatlah rugi, bila setiap waktunya tidak mengalami perubahan dalam kebaikan. Sudah rugi di dunia, begitu juga akhiratnya. Sebagai pedagang yang pintar, pasti ia tidak ingin mengalami kerugian apalagi jika kerugiannya berulang kali sama.Atep/red.
Comments