KolomOpini

Wahai Negara Muslim Terbesar di Dunia, Mana Suaramu!

0

Akhir-kahir ini, ramai terdengar di berbagai media massa seperti televisi,koran,majalah, serta  media social akan tragedi pembantaian suku muslim Rohingya, muncul berbagai macam stetment dan tanggapan yang berbeda diantara negara. Pembantaian ini sebenarnya, tidak hanya terjadi kali ini saja, akan tetapi sejak tahun 1982, negara Myanmar sudah mendeklarasikan bahwa suku muslim Rohingya bukan dari etnis yang diakui dimata pemerintah Myanmar.
            Runtutan dari kebijakan penghapusan daftar suku muslim Rohingya di Myanmar, berdampak tehadap status suku muslim Rohingnya yang dianggap imigran ilegal dari Banglades, mereka tidak bisa mecari pekerjaan, menikah, sekolah, hingga tidak dikeluarkannya akte kelahiran dan surat kematian bagi mereka.
            Tidak cukup disitu, mereka juga menjadi korban pemerkosaan, pembunuhan, diskriminasi, pembakaran rumah penduduk, hingga pengusiran dari wilayah Rakhine (daerah tinggalnya suku muslim Rohingya). Mereka mengungsi keberbagai negara tetangga, 500 ribu orang mengungsi ke Banglades, 200 ribu orang mengungsi Pakistan, 400 ribu orang mengungsi ke Arab Saudi, 100 ribu orang mengungsi ke Thailand, dan sekitar 12 ribu orang mengungsi ke negara Malaysia dan Indonesia.
Bencana kemanusiaan ini (baca:genosida) ini diawali dengan kekhawatiran para Biksu Budha yang diketuai oleh Wirathu  terhadap umat Islam Rohingya, kekhawatiran dengan meningkatnya jumlah dan peran umat Islam di Myanmar, mereka takut jika umat Islam suatu saat bisa menguasai Myanmar seperti yang terjadi di negara Indonesia, asumsi inipun diamini oleh pemerintahan Myanmar yang dipimpin oleh Aung Suu Kyui.
Pemerintah Myanmar mengutus para tentaranya bersama para biksu membakar perumahan suku muslim Rohingya. Pada insiden pengusiran pada tahun 2012 saja, ada 140 ribu keluarga kehilangan tempat tinggal, dan 200 orang meninggal ditangan para tentara dan para biksu. Sedangkan pada insiden tahun 2015, 25.000 orang bermigrasi dengan perahu melalui teluk Bengal, tapi bukan berarti semuanya selamat, ada sekitar 370 orang meninggal ditengah laut, sebagian meninggal dikarenakan kelaparan dan sebagian juga terpaksa melompat ke laut karena kelebihan muatan, dan ada 3.500 orang terdampar di tepi pantai Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Sedangkan insiden pada tahun 2016, ada 86 etnis suku Muslim Rohingnya meninggal, 1.250 rumah hancur, 30.000 orang gagal melarikan diri ke Banglades, dan 72 orang meninggal di sungai Naf.
Fakta-fakta diatas menunjukkan bahwa ada upaya genosida terhadap suku muslim Rohingnya, Hak Asasi Manusia yang didengung-dengungkan oleh Aung Suu Kyui hanya sebatas angin lalu di kepalanya, diamnya terhadap pembantaian ini, menunjukkan persetujuannya terhadap upaya pembumihangusan umat Islam di Myanmar.
Kecamanpun berdatangan dari beragai kalangan, para pemimpin negara pun berkomentar terhadap apa yang terjadi di Myanmar, Erdogan Presiden Turki, Ramzan Karlov Presiden Chechnya, Heater Neuert Jubir Kemenlu AS, Koffi Annan Komisi Khusus PBB untuk Rohingnya, tidak ketinggalan juga Organisasi Kerjasama Islam. Mufti Mesir yang juga Rektor Universitas Al-Azhar Dr. Ahmad Tayyib mengeluarkan kecaman resmi terhadap pemerintah Myanmar.
Tapi, kecaman itu tidak cukup untuk merubah keadan yang terjadi di Myanmar, Organisasi-organisasi dunia seperti Liga Arab, Uni Eropa, ASEAN, OKI, ASEM, dan Dewan Keamanan PBB harus bisa membantu para pengungsi Rohingnya agar bisa mendapatkan makanan, obat-obatan, dan keamanan, serta bisa kembali ke kampung halaman mereka dengan aman. Kita yakin kalau pembantaian itu dilakukan terhadap umat Kristen, Yahudi, atau bangsa selain Umat Islam, dunia akan meresponsnya dengan cepat, media akan berbulan-bulan meliput pembantaian mereka, inikah yang dimaksud dengan perlindungan Hak Asasi Manusia ?
Sungguh miris kita melihat dan mendengarnya, disaat suku Muslim Rohingnya dibantai dan diusir, masih ada saja yang menyinyir dan menuduh bahwa kejadian genosida ini digunakan oleh masyarakat untuk mengkritik pemerintah. Bukankah ini logika yang terbalik, pemerintah pantas dikritik karena pemimpinnya tidak berperan aktif menyelesaikan problematika saudara seagamanya, masih adakah iman dihati orang-orang yang tunduk patuh terhadap pemerintah hanya demi menjaga jabatan dan dunia mereka.
Indonesia dengan jumlah muslim terbesar didunia harusnya bisa lebih berperan aktif. Kita malu terhadap negara islam yang jauh lebih kecil dari Indonesia seperti Negara Chechnya dan Malaysia, pemimpin negara mereka langsung memimpin demonstrasi rakyatnya, atau seperti presiden negara Turki, Recep Tayyip Erdogan, beliau menelepon pemimpin berbagai negara untuk konsolidasi memecahkan permasalah di Rohingnya, mengirim puluhan ribu ton makanan, minuman dan obat-obatan, bahkah dikabarkan Turki akan menanggung semua biaya untuk membangun pemukiman sementara di Banglades, dan akan membawa permasalahan Rohingnya ini pada pertemuan PBB tanggal 19 September.
Rekonsiliasi harus tetap diusahakan, bantuan dalam bentuk makanan dan obat-obatan harus tetap digalakkan, pendelegasian para relawan dan dokter harus tetap dilaksananakan, dan do’a-do’a harus selalu kita kirim disetiap sholat kita. Semoga pembataian yang dilakukan oleh para bisku durjana itu bisa segera berakhir, dan kedamaian bisa tercapai di seluruh pelosok negeri di dunia ini, khususnya di daerah saudara seiman kita Rakhine, Myanmar. 
admin dalwaberita.com
Media Informasi dan Berita Terpercaya Seputar Ponpes Dalwa

Prof Muzakki M.Ag : Guru Sudah Tergantikan Oleh IT Sebagai Sumber Informasi

Previous article

Otoritas Hak Asasi Manusia Terbungkam dalam Genosida Rohingya

Next article

Comments

Leave a reply