KolomOpiniZulqisti

Fathu Makkah: Bukti Rahmat Nabi Kepada Umatnya

0

Penaklukan kota Mekkah atau yang biasa disebut Fathu Makkah merupakan penaklukan yang sangat bersejarah. Dengan fathu Makkah Allah SWT muliakan Nabi dan agama Islam serta Allah sucikan kembali kota Makkah dari kesyirikan. Kemenangan yang jauh-jauh hari telah Allah SWT kabarkan dalam Quran-Nya, yang kemudian setelah kejadian ini berbondong-bondonglah manusia memasuki agama yang sebelumnya asing. 

            Sebelum penaklukan ini terjadi -Juga sebab terjadinya penaklukan ini- kaum kafir Quraisy dan pasukan muslimin telah melakukan gencatan senjata dengan saling menyetujui sebuah perjanjian yang dikenal dengan nama ‘Sulhul Hudaibiyah’. Bermakna ‘Perjanjian Perdamaian Hudaibiyah’ karena memang di kota Hudaibiyahlah perjanjian itu ditulis.

            Kedua belah pihak (Baca; Kafir Quraisy dan pasukan Nabi) pada waktu itu adalah dua kekuatan adidaya yang disegani. Baik kawan maupun lawan. Kedua kelompok ini telah menyetujui perjanjian yang berisikan 4 poin penting perihal perdamaian mereka. Diantaranya adalah:

مَنْ أَرَاد أنْ يَدْخُلَ فِيْ عَهْدِ مُحَمَّد مِنْ غَيْرِ قُرَيْشْ دَخَلَ فِيهِ. مَنْ أَرَاد أنْ يَدْخُلَ فِيْ عَهْدِ قُرَيْشْ مِنْ غَيْرِ مُحَمَّد دَخَلَ فِيهِ

            “Barang siapa yang ingin bersekutu dengan Muhammad tidak bergabung dengan Quraisy maka ia termasuk sekutunya. Barang siapa yang ingin bersekutu dengan Quraisy tidak bergabung dengan Muhammad maka ia termasuk sekutunya.”  < Nurul Yaqin. Hal: 131>

            Kabilah atau kaum mana pun yang bersekutu dengan salah satu dari kedua kekuatan adidaya itu, maka mereka termasuk dari salah satu pihak tersebut. Sehingga barang siapa yang mengganggu suatu kaum, maka ia juga akan berurusan dengan sekutunya.

            Jauh sebelum perjanjian ini ditulis, terdapat dua kabilah yang saling serang yang sudah menjadi musuh bebuyutan sejak lama. Kedua kabilah itu bernama Bani Bakr dan Bani Khuzaah. Setelah mendengar dua kekuatan besar itu melalukan gencatan senjata, Bani Bakr memutuskan bersekutu dengan kaum kafir Quraisy sedangkan rivalnya memilih bersekutu dengan Islam. 

            Namun, Bani Bakr melanggar perjanjian yang telah ditetapkan. Dengan dukungan senjata dari Quraisy mereka menyerang Bani Khuzaah secara membabi buta. Pada malam hari mereka menyerang musuh, Bani Khuzaah yang sedang berada di sebuah sumber air bernama ‘Al Watir’. Dengan peralatan seadanya Bani Khuzaah berusaha melawan. Tidak tertihung korban berjatuhan dari serangan dadakan ini. Mereka terus terjepit hingga memasuki daerah Mekkah.

            Naufal bin Muawiyah berkata dengan perkataan yang kurang tepat ketika memasuki daerah Mekkah. Ia berkata ‘Tidak ada Tuhan pada hari ini. Wahai Bani Bakr, lampiaskanlah dendam kalian. Demi Allah, kalau kalian boleh mencuri di tanah suci. Apakah kalian tidak ingin melampiaskan dendam kalian di tanah suci?”

            Sementara pada saat yang sama Amr bin Salim Khuzai bersegera menemui Nabi di Madinah untuk meminta pertolongan. Nabi bersabda ‘Engkau akan di tolong Wahai Arm bin Salim’.

            Langit berubah mendung ketika Nabi selesai berbicara. Melihat hal itu beliau bersabda lagi ‘Mendung ini akan memudahkan pertolongan Bani Khuzaah’.

            Selain itu, beberapa orang dari Bani Khuzaah juga berinisiatif untuk menemui Bani di Madinah. Setelah bertemu mereka menceritakan semua yang terjadi pada Bani Khuzaah serta penghianatan kafir Quraisy dengan menyediakan persenjataan kepada Bani Bakr. Bahkan segelintir orang Quraisy turut andil dalam penyerangan pada malam hari itu. Setelah itu mereka kembali lagi ke Mekkah.

            Lambat laun kaum kafir Quraisy mulai menyadari akibat apa yang mereka terima dari penghianatan tersebut. Penghianatan yang tidak bisa ditolelir lagi. Mereka mulai takut kalau-kalau sekutu Bani Khuzaah –Kaum Muslimin- menyerang balik. Dengan segera mereka membuat musyawarah yang dihadiri oleh para pembesar kaum musyrik. Setelah itu, dibuatlah keputusan untuk mengirim utusan guna menemui Nabi di Madinah. Dengan mengirim pemimpin mereka Abu Sofyan untuk memperbarui isi perjanjian.

            Ia pun menemui Nabi di Madinah. Namun, Nabi tidak berbicara kecuali hanya sedikit. Dengan kecewa ia berdiri dan pergi. Tidak kehabisan akal ia datangi beberapa pembesar kaum Muslimin dengan harapan ada yang sudi membantunya. Karena, sungguh ini keadaan yang sangat genting. Bernasib sial, tidak ada satu pun orang yang ia datangi mau membantunya. Setiap ia datangi salah satu sahabat Nabi maka mereka menjawab.

جوارنا في جوار رسول الله

            “Kami selalu bersama Rasulallah.”

            Singkat cerita, Rasulullah keluar bersama 10.000 pasukannya. Allah telah merahasiakan kabar keberangkatan ini. Hingga, tidak ada satu pun kafir Quraisy mengetahuinya meskipun mereka selalu bersikap waspada. Di tengah perjalanan, beliau membagi pasukan muslimin menjadi tiga bagian. Pasukan pertama dipimpin oleh Kholid bin Walid. Nabi memerintahkan pasukan ini untuk memasuki Mekkah dari dataran rendahnya, pasukan ke 2 dipimpin oleh Zubair bin Awwam yang ditugaskan untuk masuk kota Makkah dari dataran tingginya dan pasukan terakhir di pimpin oleh Abu Ubaidah. Ia di perintahkan oleh Nabi memasuki kota Mekkah lewat jalur yang biasa digunakan orang untuk berangkat pergi kesana tanpa membawa senjata. Sedangkan Nabi bersama pasukan yang kedua.

            “Barang siapa yang memasuki rumah dan menutup pintunya maka ia akan aman –dari serangan kaum muslimin-, barang siapa yang memasuki masjid maka ia akan aman dan barang siapa yang memasuki rumah Abu Sofyan maka ia akan aman” Sabda Nabi ketika memasuki kota Mekkah. <Nurul Yaqin ; 155> 

            Semua sesuai rencana. Masing-masing satuan pasukan bergerak melewati jalan yang telah di tetapkan oleh Nabi. Sedikit sekali mereka mendapat perlawanan dari lawan. Dan tepat pada tanggal 20 Ramadhan hari Jum’at beliau bersama kaum Muhajirin, kaum Anshor beserta pasukan muslimin lainnya mulai merangsek memasuki kota Mekkah. Segera memasuki Ka’bah. Menghampiri Hajar Aswad untuk kemudian menciumnya dan bertowaf di sekitar Ka’bah. Sedangkan pada waktu itu terdapat 360 berhala yang mengelilinginya. Beliau pun memerintahkan sahabatnya untuk menghancurkan semua berhala yang ada.

            Seusai towaf, beliau memasuki Ka’bah dan memerintahkan para sahabat untuk membersikannya dari segala kemusyrikan. Dengan mengeluarkan berhala dan lukisan-lukisan kaum Jahiliyah. Kemudian beliau berkeliling didalam Ka’bah, bersyukur atas kemenangan yang telah Allah berikan, bertahmid dan sholat dua roka’at di Maqom Ibrahim dan meminum air zam-zam.

            Lalu beliau duduk di tengah masjidil Haram. Semua mata tertuju kepada beliau. Menunggu keputusan apa yang akan beliau perbuat terhadap kaum kafir di sana. Cemas dengan apa yang akan menimpa nasib mereka setelah ini. Mekkah sudah sepenuhnya di kuasai oleh orang yang selama ini mereka cerca, mereka hina, mereka musuhi. Seseorang yang mereka ingkari keNabiannya. Mereka dzolimi pengikutnya. Di benak mereka terbayang cacian dan makian yang pernah mereka lontarkan kepada kaum muslim.        

Kini lihatlah, keadaan sudah sempurna berbalik. Mungkin saja hari ini adalah nyawa terakhir mereka. Atau mereka akan mendapat perlakuan yang sama seperti yang pernah mereka lakukan kala itu.

              Sungguh, ini pelajaran yang amat berharga. Yang dicontohkan oleh manusia yang amat bijaksana. Beliau sama sekali tidak mendendam apalagi ada niatan untuk membalasnya. Bahagia dan sedihnya hanya karena Allah. Bukan sebab hawa nafsunya tak terlintas sedikitpun penderitaan, tekanan dan kedzoliman yang dilakukan kaum kafir Quraisy terhadap beliau yang beiau lakukan semata-mata hanya karena Alah. 

            “Wahai sekalian orang Quraisy, apa yang akan aku perbuat menurut pendapat kalian?”  Sabda Nabi sambil memandangi wajah yang meminta belas kasihan itu.

            “Yang baik-baik, sebagai saudara yang mulia dan anak saudara yang mulia.” Jawab mereka.

            “Pergilah karena kalian termasuk orang-orang yang dibebaskan.” Jawab nabi.            Semua dibebaskan, tanpa syarat sedikit pun. Tanpa dendam, tanpa butuh keringat dan darah. Kemuliaan apa lagi yang melebihi kemuliaan Nabi kita Muhammad? Sungguh kasih sayang kepada umatnya amat besar. Perlakuan beliau sama seperti perlakuan Nabi Yusuf kepada saudara-saudaranya. Semua terlimpahi rahmatnya, meskipun mereka kafir. Dzulkisti/red

admin dalwaberita.com
Media Informasi dan Berita Terpercaya Seputar Ponpes Dalwa

DUNIA MEDIS DAN PENDAPAT ULAMA MENGHADAPI WABAH DI SETIAP ZAMAN

Previous article

BEM IAI DALWA Adakan Posda 2020 untuk santri #dipondok aja

Next article

Comments

Leave a reply